Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah kembali tergelincir pada perdagangan siang ini, ketika calon dari Partai Demokrat, Joe Biden, semakin dekat dengan Gedung Putih dalam pemilihan presiden AS. Katalis negatif sebenarnya datang setelah Partai Republik tampaknya akan mempertahankan kendali di Senat, yang dapat mengurangi potensi paket bantuan Covid-19 yang besar.
Kamis (5/11) puku; 12.00 WIB, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Desember 2020 sudah turun 64 sen atau 1,63% menjadi US$ 38,51 per barel.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis Brent kontrak pengiriman Januari 2021 turun 68 sen atau 1,65% ke level US$ 40,55 per barel.
Padahal, kedua kontrak minyak acuan telah melonjak sekitar 4% pada perdagangan hari Rabu (4/11).
Baca Juga: Tengah hari, harga emas spot naik 0,18% ke level US$ 1.906 per ons troi
Penguatan harga emas hitam sebelumnya terjadi setelah Biden diprediksi memenangkan pemilu AS atas Presiden Donald Trump berkat kemenangan penting di Michigan dan Wisconsin.
Namun, Trump yang berasal dari Partai Republik berusaha untuk mengimbangi jalan menyempit untuk pemilihan ulang dengan melakukan tuntutan hukum dan tuntutan penghitungan ulang di sejumlah negara bagian.
"Beberapa minggu ke depan bisa sangat kacau dengan tantangan pengadilan dan penghitungan ulang yang membayangi," tulis analis di RBC Capital Markets dalam sebuah catatan.
Penghitungan dan tren suara saat ini menunjukkan bahwa Partai Republik tampaknya siap untuk mempertahankan kendali di Senat AS. Sedangkan Demokrat akan memegang mayoritas tipis di Dewan Perwakilan Rakyat.
Kongres yang terpecah kemungkinan akan mencegah Biden untuk memberlakukan prioritas utama seperti memerangi perubahan iklim atau mengurangi sanksi terhadap produsen minyak Iran.
"Untungnya untuk pasar minyak, tampaknya setiap cabang zaitun ke Iran tidak akan diperpanjang dalam waktu dekat," kata Stephen Innes, Chief Market Strategist di Axi.
Di bawah kemenangan Biden, analis RBC mengantisipasi Iran dapat mengembalikan produksi sekitar 1 juta barel per hari (bph) dengan ekspor ke pasar pada paruh kedua tahun 2021. Analis S&P Global Platts tidak mengharapkan pengembalian yang berarti dari minyak Iran sebelum 2022 di bawah Trump atau Biden.
Pada saat yang sama, melemahnya permintaan di Eropa terus membebani sentimen, dengan penggunaan jalan raya rata-rata di Prancis, Italia dan Spanyol turun ke level terendah sejak akhir Juni, ANZ Research mengatakan dalam sebuah catatan.
"Ini kemungkinan akan memberi tekanan pada aliansi OPEC + untuk menunda kenaikan output yang direncanakan pada Januari," kata ANZ Research.
Baca Juga: Harga minyak acuan koreksi 1% setelah penguatan dolar AS pada Kamis (5/11)
Harga minyak telah melonjak pada hari Rabu di tengah meningkatnya ekspektasi bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC +, akan menunda untuk mengembalikan 2 juta barel per hari pasokan pada Januari karena permintaan telah dilemahkan oleh penguncian COVID-19 baru.
"Volatilitas minyak akan tetap karena sensitivitas nya terhadap dolar AS. Dan dolar AS akan tetap bergejolak setidaknya untuk beberapa hari ke depan karena pemilihan AS masih harus diselesaikan," kata analis komoditas Commonwealth Bank, Vivek Dhar.
Selanjutnya: Indonesia resesi, rupiah tetap menguat Rp 14.435 per dolar AS pada tengah hari ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News