Reporter: Dina Farisah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak mentah memanas dalam sepekan ini. Reli harga bahan bakar ini terpicu surutnya stok bahan bakar di Amerika Serikat, negara pengguna bahan bakar minyak terbesar.
Hingga Jumat (24/1) pukul 19.20 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret di New York Mercantile Exchange sudah naik 2,6% dibanding akhir pekan lalu ke posisi US$ 97,03 per barel. Meskipun, kemarin, harganya fluktuatif, namun, pada perdagangan sore, harganya sempat naik hingga menyentuh US$ 97,80 per barel. Ini level tertinggi sepanjang tahun ini.
Energy Information Administration (EIA) melaporkan, persediaan minyak pemanas dan diesel AS menipis menjadi 3,21 juta barel per pekan lalu. Cadangan kilang minyak juga surut menjadi 86,5% dari kapasitas. "Penurunan stok ini menunjukkan faktor cuaca berdampak besar pada produksi dan permintaan," ujar Phil Flynn, senior analis Price Futures Group di Chicago, seperti dikutip Bloomberg.
Reli melambat
Namun, EIA menyebut, cadangan minyak mentah AS bertambah 990.000 barel menjadi 351,2 juta per pekan lalu. Mayoritas analis Bloomberg memprediksi, kenaikan suplai ini bisa melemahkan harga minyak pada pekan depan.
Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir menilai, musim dingin yang masih berlangsung di AS memberikan harapan tingginya permintaan. Tapi, investor juga akan waspada jelang pertemuan The Fed pada 28-29 Januari, yang akan membahas pengurangan stimulus moneter AS (tapering) lebih lanjut. "Outlook minyak masih netral. Dapat menguat dengan target US$ 99,10, dan stop-loss di US$ 95,50," ujar dia.
Analis PT SoeGee Futures, Nizar Hilmy menyebut, reli harga minyak yang sudah berlangsung panjang, dalam dua pekan, akan mengurangi laju kenaikan lebih lanjut. "Ke depan, harga minyak akan bergantung hasil FOMC. Jika, tapering berlaku, dollar AS menguat, sehingga minyak terkoreksi," ujar Nizar.
Meski begitu, ia memprediksi, di jangka panjang, harga minyak masih berpotensi bullish, dengan didukung optimisme perekonomian global.
Secara teknikal, Zulfirman bilang, kenaikan indikator MACD dapat menyumbang tenaga bagi harga minyak di dalam tren bullish. Namun, investor perlu mewaspadai aksi profit taking mengingat indikator stochastic berada di area jenuh beli (overbought).Sementara, harga masih berada di antara moving average (MA) 50 dan MA 100.
Prediksi Zulfirman, pekan depan, minyak akan bergerak di US$ 96,20-US$ 99,10 per barel. Nizar menduga, harga minyak bergulir di US$ 95-US$ 99,0 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News