kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak melambung, ini proyeksi analis


Kamis, 11 Juli 2019 / 15:36 WIB
Harga minyak melambung, ini proyeksi analis


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Marga minyak west texas intermediate (WTI) kembali melambung pasca rilis data AS mengenai persediaan cadangan minyak yang menurun. Kamis (11/7) pukul 15.25 WIB, harga minyak WTI untuk pengiriman Agustus 2019 di New York Commodity Exchange ada di level US$ 60,90 per barel, naik 0,77% dibanding sehari sebelumnya. Menurut beberapa analis, kenaikan harga minyak saat ini masih tergolong wajar.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan kenaikan harga minyak saat ini masih belum terlalu tinggi. Ia menyebutkan harga minyak pernah mencapai level tertinggi pada April lalu.

"Mungkin ini level yang belum terlalu tinggi karena pernah menyentuh level tertinggi pada 23 April 2019 dengan harga US$ 66,59 per barel," jelas Ibrahim.

Menurut Ibrahim, banyak faktor yang menyebabkan harga minyak melambung saat ini. Selain karena faktor ketegangan yang terjadi di Iran, data cadangan minyak AS yang turun juga turut mempengaruhi kenaikan harga minyak.

Menurut Ibrahim, cadangan minyak yang turun diakibatkan oleh kondisi musim panas yang menyebabkan masyarakat AS lebih sering menggunakan minyak dalam bentuk bensin untuk berlibur. Hal inilah yang membuat Ibrahim berpendapat bahwa harga minyak yang naik tak akan berlangsung lama.

"Kemungkinan besar harga minyak akan kembali stabil lagi karena ini permasalahan di AS. Mereka kemungkinan akan memproduksi lebih banyak lagi minyak untuk menstabilkan," ucap Ibrahim.

Sementara itu, Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf bilang, penurunan cadangan minyak AS merupakan salah satu strategi dari AS. Pasalnya produksi minyak AS beberapa waktu terakhir cukup tinggi dan persediaannya melimpah.

"Kelihatannya apa yang dilakukan AS ini merupakan salah satu cara agar persediaan minyaknya tidak melimpah di pasar domestik," ujar Deddy.

Ia menilai yang perlu menjadi perhatian dari harga minyak yang tinggi ialah permintaan pasar. Deddy memperkirakan permintaan pasar akan menurun seiring tingginya harga minyak.

"Beberapa waktu lalu, bank dunia dan IMF memprediksi pertumbuhan global ini agak melambat di tahun ini. Kalau misalnya harga minyak tinggi, saya kira permintaan minyak tidak akan cukup baik," jelas Deddy.

Melihat banyak sentimen positif dari situasi pasar global saat ini dan indikator-indikator positif di sisi teknikal, Deddy mengatakan harga minyak cenderung akan menguat untuk sepekan ke depan. Bahkan, ia menilai target OPEC untuk harga minyak di US$ 70 per barel dapat terwujud tahun ini atau pada kuartal I-2020.

"Untuk besok, saya perkirakan harga minyak cenderung bullish di level US$ 61 per barel dan untuk selama pekan depan bukan tidak mungkin menyentuh di level US$ 63 per barel," ucap Deddy.

Sependapat, Ibrahim melihat dari sisi teknikal beberapa indikator menunjukkan harga minyak masih akan terus menguat. Hanya saja dari sisi fundamental, Ibrahim berpendapat harga minyak dapat terkoreksi.

"Untuk minggu depan, kemungkinan besar di level US$ 56,35 per barel kemudian ressistance-nya di level US$ 63 per barel," ujar Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×