Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JaKARTA. Harga minyak menguat tipis di awal pekan ini. Penguatan harga ditopang data manufaktur China yang membaik dan berkurangnya produksi minyak di Arab Saudi dan Nigeria. Produksi minyak mentah yang berkurang berpengaruh pada cadangan minyak dunia.
Di Bursa Nymex Amerika Serikat (AS) sampai dengan Senin (2/12) pukul 16.28 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2014 menguat 0,13% menjadi US$ 92,84 per barel dibandingkan akhir pekan lalu.
Harga minyak naik setelah indeks manufaktur China bulan November 2013 meningkat menjadi 51,4 dari perkiraan 50,8. Kenaikan indeks manufaktur China ini memberikan sinyal adanya pertumbuhan ekonomi di negara konsumen minyak terbesar kedua di dunia ini.
Di sisi lain, produksi minyak sejumlah negara pengekspor minyak (OPEC) yakni Arab Saudi dan Nigeria turun ke level terendah dalam dua tahun terakhir pada November 2013. Akibatnya, produksi minyak 12 negara anggota OPEC turun 245.000 barel per hari menjadi 30,01 juta barel per hari. Menurunnya produksi ini membawa sentimen positif bagi minyak.
Ariston Tjendra, analis Monex Investindo Futures mengatakan, harga minyak masih tertekan meski ada penguatan tipis. Data-data ekonomi yang bagus dari China membawa dorongan untuk minyak. "China yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua dianggap bisa memicu permintaan minyak mentah lebih banyak lagi," ujar Ariston.
Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures mengatakan, harga minyak masih berada didekat level terendah sejak Juni lalu yakni US$ 92,86 per barel. Harga minyak masih belum menemukan katalis yang tepat untuk naik ke atas lagi.
Ariston mengatakan, harga minyak masih akan tertekan sepekan ini. Terutama karena banyak data ekonomi penting Amerika Serikat yang diperkirakan mixed. Data manufaktur AS yang diprediksi bagus akan mampu mendorong penguatan harga minyak.
Sedangkan, data stok minyak mentah di AS yang dirilis Rabu (4/12) diprediksi naik. Selama delapan pekan, data stok minyak mentah AS selalu bertambah, menunjukkan adanya penurunan permintaan minyak.
Nizar juga memprediksi, harga minyak untuk sepekan ke depan, masih akan tertekan. Banyak data ekonomi yang mampu mengangkat harga, tapi harga minyak masih akan berada dalam kondisi bearish. Adanya kesepakatan nuklir Iran mengurangi risiko geopolitik Timur Tengah.
Kesepakatan ini akan membuka jalan bagi aliran minyak Iran masuk ke pasar global sehingga meningkatkan suplai dan menekan harga. "Data ekonomi tidak banyak pengaruh. Pasar belum menemukan faktor pendorong baru untuk harga minyak," ujar Nizar.
Ariston memprediksi, sepekan ke depan, harga minyak berada di kisaran US$ 91,90-US$ 95,97 per barel. Nizar menebak, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 90-US$ 94 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News