kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Harga minyak makin mengancam neraca


Sabtu, 07 September 2013 / 09:14 WIB
Harga minyak makin mengancam neraca
ILUSTRASI. Suka Olahraga Yoga? Inilah 5 Manfaat Yoga untuk Kecantikan


Reporter: Agus Triyono | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Harga minyak dunia terus bergerak menguat memimpin kenaikan harga komoditas utama dunia. Sejak akhir 2012 hingga kemarin, harga minyak dunia menguat 17,10% ke posisi US$ 109,61 per barel.

Memanasnya kondisi geopolitik di kawasan Timur Tengah kian membakar harga minyak. Analis Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, hal ini menaikkan kekhawatiran pasar atas gangguan pasokan minyak dunia sehingga mengangkat harganya. Membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi sejumlah negara besar, yang bisa memicu permintaan minyak, turut mendongkrak harga komoditas ini.

Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati memperkirakan, terus menanjaknya harga minyak dunia kemungkinan besar akan berdampak negatif terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. Kenaikan harga minyak bisa semakin memperbesar defisit neraca perdagangan Januari-Juli mencapai US$ 5,65 miliar.

Enny menyatakan, pelebaran defisit ini karena besarnya angka impor minyak dan gas (migas). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Juli, nilai impor migas mencapai US$ 4,1 miliar. "Di tengah tajamnya pelemahan rupiah, kenaikan harga minyak akan mengancam anggaran. Ini berbahaya," kata dia.

Oleh karena itu, Enny menyarankan pemerintah untuk segera mengambil tindakan cepat dengan menata ulang kebijakan ekspor migas. Upaya ini bisa dilakukan dengan mengalihkan porsi terbesar penggunaan migas untuk kepentingan dalam negeri.

Enny menilai, tetap mengekspor migas di tengah keterpurukan harga komoditas energi dunia justru semakin merugikan Indonesia. "Bukan saat harga rendah saja, harga minyak tinggi kita juga rugi karena banyak mafia bermain, ini bisa dilihat dari nilai ekspor kita yang tidak naik signifikan walau harga minyak naik," katanya.

Ekonom BCA David Sumual mengatakan, sulit untuk bisa membendung efek buruk kenaikan harga minyak dunia terhadap beban anggaran dalam negeri. Pasalnya, memang selama ini, permasalahan struktur dan infrastruktur untuk memaksimalkan pemanfaatan produksi minyak di dalam negeri tidak pernah dilakukan. "Sulit untuk kondisi sekarang ini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×