Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah jatuh pada perdagangan hari ini karena kekhawatiran permintaan bahan bakar degan adanya pembatasan perjalanan baru untuk mencegah wabah virus corona dan penundaan vaksin. Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) juga membebani harga minyak.
Kamis (28/1) pukul 15.00 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Maret 2021 turun 36 sen atau 0,7% menjadi US$ 52,49 per barel. Ini menghapus kenaikan yang terjadi pada sesi sebelumnya.
Serupa, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2021 juga melemah 46 sen atau 0,8% ke level US$ 55,35 per barel. Pada sesi sebelumnya, Brent juga kehilangan 10 sen.
Keperkasaan indeks dolar AS, yang mengukur posisi the greenback terhadap mata uang utama lainnya, naik ke level 90,82 dari level terendah Januari di 89,206.
Baca Juga: Harga minyak mentah naik, terangkat penurunan stok AS
Alhasil, pembeli yang menggunakan mata uang lain harus membayar lebih mahal untuk minyak saat dolar AS menguat.
Padahal, harga minyak sudah mendapat dukungan di awal pekan ini karena penurunan yang mengejutkan pada stok minyak mentah AS di pekan lalu. Para analis melihat, penurunan itu disebabkan oleh kenaikan ekspor minyak mentah AS dan penurunan impor.
Tetapi perhatian pasar kini beralih ke kekhawatiran permintaan di tengah meningkatnya infeksi Covid-19 dengan varian baru yang lebih menular. Belum lagi peluncuran vaksin yang lebih lambat di Eropa, dan pembatasan perjalanan di negara-negara seperti China ikut menyeret harga emas hitam ini.
"Kami bergerak dari hanya penurunan permintaan di kuartal 1 dan dengan mulai memperhatikan masalah permintaan di kuartal kedua karena peluncuran vaksin yang lambat," kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di Axi.
"Terutama dari Eropa di mana peluncuran vaksin yang lambat dan penguncian yang diperpanjang menunjukkan resesi double-dip."
Pemeriksaan vaksin yang lebih ketat oleh Uni Eropa dan penundaan pengiriman dari AstraZeneca dan Pfizer telah memperlambat peluncuran vaksinasi di blok tersebut.
Menambah kekhawatiran permintaan, China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, sekarang menghadapi lonjakan kasus virus corona dan berusaha membatasi perjalanan saat menuju musim perjalanan tersibuk tahun ini, yakni liburan Tahun Baru Imlek.
"China - merekalah yang mendukung pasar. Jika Anda memiliki masalah yang terbentuk di China, itu benar-benar menghambat permintaan untuk saat ini," ungkap Analis Komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar.
Baca Juga: Korea Selatan meninjau penggunaan vaksin AstraZeneca untuk lansia
Kementerian Transportasi China memperkirakan jumlah perjalanan yang akan dilakukan di tahun ini naik 15% dari tahun lalu, ketika virus itu mulai menyebar. Tetapi jumlah perjalanan di tetap akan turun 40% dari kondisi normal yakni saat tahun 2019.
Inggris, yang diisolasi sejak 4 Januari, pada hari Rabu melarang perjalanan, mengharuskan orang-orang yang datang dari negara-negara Covdi-19 berisiko tinggi untuk dikarantina selama 10 hari dan melarang perjalanan keluar kecuali dengan alasan yang luar biasa.
Australia pada hari ini juga memperpanjang penangguhan perjalanan bebas karantina dengan Selandia Baru, karena menyelidiki dua kasus positif baru dari varian Covdi-19 asal Afrika Selatan.
Selanjutnya: IHSG tumbang 2,12% ke 5.979 pada akhir perdagangan Kamis (28/1)
Data yang keluar pada hari Kamis kemungkinan akan menunjukkan ekonomi Amerika Serikat, pengguna minyak terbesar di dunia, mengalami kontraksi pada tahun 2020 pada kecepatan tertajam sejak 1946 karena wabah Covid-19.
"Latar belakang ekonomi tetap tidak pasti karena pemerintah berjuang untuk melawan penyebaran Covid-19," kata ANZ Research dalam sebuah catatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News