Reporter: Agus Triyono | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Harga minyak tergelincir. Produksi minyak di Amerika Serikat (AS) yang meningkat, membuat harga minyak tertekan.
Di Bursa Nymex, Jumat (13/12), harga minyak untuk kontrak pengiriman Januari 2014 melemah 0,92% menjadi US$ 96,60 per barel dibanding harga sehari sebelumnya. Dengan pelemahan ini, dalam sepekan, harga minyak tergelincir sebesar 0,75%.
Energy Information Administration (EIA) melaporkan, persediaan minyak naik ke level tertinggi sejak 4 Oktober 2013, pada pekan yang berakhir 6 Desember 2013. Pada pekan itu, persediaan minyak naik sebesar 6,72 juta barel. Pada saat bersamaan, produksi minyak mentah AS naik menjadi 8,08 juta barel per hari. Ini merupakan yang tertinggi sejak 1988.
Gene McGillian, analis dari Tradition Energy di Stamford di Bloomberg mengatakan, tren permintaan minyak yang lemah serta dibarengi oleh tingkat produksi yang tinggi, menjadi bandul yang cukup berat bagi pergerakan harga minyak. Alhasil, harga minyak akhir pekan lalu, tertekan cukup hebat.
Albertus Christian, analis Monex Investindo Futures mengatakan, tekanan harga minyak selama akhir pekan lalu juga diakibatkan oleh pemulihan ekonomi di China yang sampai saat ini masih berjalan lambat. Kondisi di China tersebut telah memicu kekhawatiran pasar terhadap permintaan minyak dari Negeri Panda tersebut.
"Tekanan juga datang dari kekhawatiran pasar terhadap peningkatan pasokan minyak dari Timur Tengah, khususnya setelah krisis geopolitik di kawasan tersebut mereda," kata Albertus.
Sementara itu, Tonny Mariano, analis Harvest International Futures menambahkan, pada akhir pekan lalu, harga minyak mendapatkan tekanan dari perbaikan kondisi ekonomi Amerika AS belakangan ini. Perbaikan kondisi ekonomi tersebut telah memicu spekulasi pasar terhadap percepatan pengurangan stimulus AS oleh Bank Sentral AS, The Federal Reserve, sehingga membuat pergerakan harga minyak cenderung tertekan.
Secara teknikal, Albertus melihat, sepekan ini, harga minyak akan cenderung bergerak mendatar. Pergerakan ini antara lain bisa dibaca dari relatives strength index (RSI) yang cenderung tidak bergerak. Moving average convergence divergence (MACD) berada di posisi netral juga memberi sinyal datar bagi pergerakan harga minyak. Sementara itu, stochastic berada di area jenuh jual menunjukkan harga berpeluang berbalik arah untuk menguat.
Proyeksi Albertus, sepekan ini, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 95,20-US$ 99 per barel. Prediksi Tonny, harga minyak di level US$ 95,70-US$ 99,00 per barel .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News