Reporter: Avanty Nurdiana, Anna Marie Happy | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Eropa memanaskan harga minyak. Perumusan aturan pengucuran utang untuk perbankan di Spanyol dan Italia, mengobarkan spekulasi tentang berakhirnya krisis di Eropa.
Kontrak pengiriman minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk Agustus, di bursa berjangka New York, Jumat (29/6) menguat 9,36% menjadi US$ 84,96 per barel. Harga minyak brent naik 7,05% ke US$ 97,8 per barel.
Harga minyak WTI di hari Kamis (28/6) sempat menyentuh level terendah selama tahun ini, yaitu US$ 77,69 per barel. Analis Menara Futures, Abdul Aziz menduga, minyak tergelincir karena pasar bersikap wait and see terhadap KTT Uni Eropa.
Pelaku pasar sempat pesimistis terhadap hasil KTT. Namun, pandangan pemodal berubah, begitu KTT berakhir. “Optimisme pasar akan menjalar ke komoditas yang lain. Bila perekonomian bagus dan produksi meningkat, maka, permintaan juga meningkat,” kata Abdul.
Mike Wittner, Kepala Riset Pasar Minyak Societe Generale SA di New York dikutip Bloomberg mengatakan, pasar sangat terkesan dengan hasil KTT Eropa. "Ada perasaan kondisi terburuk kemungkinan telah berakhir," ujar dia.
Faktor Iran
Harga minyak kian melambung, lantaran Uni Eropa memberi sanksi kepada Iran. Kuwait Petroleum Corp Chief Executive Officer Farouk al-Zanki melaporkan akan menghentikan ekspor minyak mentah Iran ke Uni Eropa.
Penghentian ekspor minyak tersebut membuat spekulasi bahwa harga minyak akan merangkak naik hingga kisaran US$ 90 - US$ 100 per barel. Al Zanki, seperti dikutip Bloomberg, mengatakan kalau Kuwait menjaga agar minyak berada di level harga tidak jatuh dari US$ 80 per barel.
Tak hanya menghentikan penjualan, pasokan minyak juga berpotensi berkurang. Pasalnya produksi minyak OPEC turun dari tingkat tertinggi dalam lebih tiga tahun di Juni. Data itu diambil dari hasil survei Bloomberg terhadap perusahaan minyak.
Torbjoern Kjus, analis minyak DnB ASA, sebuah bank di Oslo, mengatakan kondisi tersebut tidak banyak mempengaruhi pasar. "Ini bisa menimbulkan efek bearish di tahun depan atau semester dua tahun ini," kata dia.
Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, menduga, hingga akhir tahun, minyak akan menguat mengikuti kenaikan permintaan. Proyeksi dia, minyak segera menyentuh US$ 85 per barel. Minyak akan bergerak sekitar US$ 75-US$ 87 per barel.
Rich Ilczyszyn, Kepala Strategi Pasar dan Pendiri litrader.com di Chicago mengatakan minyak berpotensi melambung hingga US$ 90 per barel. Mengutip survei Bloomberg, 16 dari 42 analis, memprediksi harga minyak cenderung naik hingga 6 Juli. Sedang 14 analis lain memprediksikan penurunan. Sisanya mengatakan, tak banyak perubahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News