kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak acuan ditutup naik hampir 2% ke rekor tertinggi dalam 8 bulan


Kamis, 26 November 2020 / 06:07 WIB
Harga minyak acuan ditutup naik hampir 2% ke rekor tertinggi dalam 8 bulan


Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah naik hampir 2% ke level tertinggi dalam lebih dari delapan bulan pada penutupan Rabu (25/11). Keperkasaan harga minyak datang setelah data pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan penurunan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah AS di pekan lalu. 

Hal tersebut akhirnya memperpanjang reli mingguan pada harga minyak mentah yang sebelumnya sudah didorong oleh harapan bahwa vaksin Covid-19 akan meningkatkan permintaan bahan bakar.

Rabu (25/11), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Januari 2021 naik 75 sen, atau 1,6%, ke level US$ 48,61 per barel. Ini jadi rekor tertinggi bagi harga minyak Brent sejak awal Maret lalu.

Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Januari 2021 juga ditutup pada level tertinggi sejak awal Maret, setelah menguat 80 sen atau 1,8% menjadi US$ 45,71 per barel.

Baca Juga: Minyak WTI diprediksi paling moncer di antara komoditas energi pada tahun depan

Kedua harga minyak acuan ini sempat menguat 4% pada sesi perdagangan hari Selasa (24/11), naik untuk sesi keempat berturut-turut.

Kemarin, Energy Information Administration (EIA) melaporkan, persediaan minyak mentah AS turun 754.000 barel di pekan lalu. Hasil ini cukup mengejutkan lantaran para analis yang dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan 127.000 barel di pekan yang berakhir pada 20 November tersebut. 

Dengan adanya penurunan ini, maka persediaan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk WTI, turun 1,7 juta barel.

"Ada penurunan yang lumayan di Cushing, jadi itu mendukung. Itu mungkin aspek yang paling bullish dari laporan ini," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.

Namun, kekhawatiran permintaan membatasi kenaikan harga. Mengingat, permintaan bensin mingguan di Negeri Paman Sam turun sekitar 128.000 barel per hari (bph) menjadi 8,13 juta barel per hari, terendah sejak Juni 2020.

Sejak awal pekan ini, harga minyak terus melonjak berkat dorongan setelah AstraZeneca mengatakan vaksin Covid-19 buatannya bisa efektif hingga 90%.

"Harga minyak mentah diperdagangkan pada level tertinggi sejak awal Maret, didukung oleh sentimen pasar yang positif sebagai akibat dari berita vaksin dan permintaan minyak yang kuat di Asia," ungkap analis minyak UBS, Giovanni Staunovo.

"Kami mempertahankan prospek bullish kami untuk tahun depan dan menargetkan Brent untuk mencapai US$ 60 per barel pada akhir 2021," tambahnya.

Dolar yang lebih lemah juga mendukung harga minyak mentah, membuat minyak dalam denominasi the greenback lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lain.

"Depresiasi dolar AS baru-baru ini telah membantu meredam dampak lonjakan harga minyak bagi beberapa konsumen energi terbesar dunia," kata Stephen Brennock dari broker PVM.

Brent telah bergerak ke belakang, struktur pasar di mana minyak untuk pengiriman segera lebih mahal daripada pasokan nanti. Kemunduran mendorong inventaris ditarik dan menunjukkan berkurangnya ketakutan akan kelebihan persediaan.

Baca Juga: Memasuki musim dingin, harga komoditas energi mulai melonjak

Kontrak berjangka Brent untuk pengiriman Februari diperdagangkan sebanyak 14 sen di atas kontrak Januari, ini juga tertinggi sejak Juli, sebelum ditetapkan pada harga premium 8 sen.

"Berita positif tentang vaksin dan pandangan penyebaran yang cepat berada di balik bagian signifikan dari pergerakan kurva ini, didukung oleh keyakinan yang semakin kuat oleh pasar bahwa OPEC+ akan memperpanjang target produksi saat ini untuk Q1 2021," kata analis Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.

OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, cenderung menunda kenaikan produksi yang direncanakan tahun depan meskipun ada kenaikan harga, tiga sumber yang dekat dengan OPEC+ mengatakan kepada Reuters.

Selanjutnya: Wall Street loyo, Dow Jones dan S&P 500 melemah dari rekor tertinggi sepanjang masa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×