Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rendahnya harga komoditas masih menyeret kinerja emiten sektor ini, termasuk emiten batubara. Kinerja PT United Tractors Tbk (UNTR) tahun ini masih berpeluang tertekan rendahnya harga batubara.
Kiswoyo Adi Joe, analis Investa Saran Mandiri, mengatakan, prospek UNTR tahun ini hampir sama dengan tahun lalu. Alat berat masih menjadi andalan UNTR. Padahal, sebagian besar penjualan alat berat masuk ke sektor batubara.
"Sektor batubara masih kelam," ujar Kiswoyo kepada KONTAN, kemarin.
Sebenarnya, UNTR sudah mulai mendiversifikasi bisnis guna menetralisir tekanan tersebut. Kabarnya, ke depan UNTR akan masuk ke tambang emas. Mengingat komoditas yang masih menjadi aset safe haven, hal ini tentunya menarik.
Lalu, UNTR juga menguasai sebagian saham perusahaan konstruksi PT Acset Indonusa Tbk (ACST). Tapi, efek ini semua baru bisa terasa di jangka panjang. "Pengaruh ACST juga masih kecil. Selama batubara mendominasi, UNTR masih berat," tandas Kiswoyo.
Franky Kumendong, analis UOB Kay Hian Securities, mengungkapkan hal senada. Masih lesunya harga batubara akan mempengaruhi penjualan alat berat perusahaan dengan merek Komatsu.
Franky memprediksi, tahun ini UNTR hanya akan menjual 1.900 unit alat berat, menurun 9,5% dibanding penjualan tahun lalu. Volume produksi batubara anak usahanya, PT Pamapersada Nusantara juga diperkirakan turun 10% menjadi 100 juta ton tahun ini.
Belum berhenti sampai di situ, tingkat overburden dan stripping ratio UNTR tahun ini diprediksi masing-masing 677 juta bank cubic meters (bcm) dan 6,8 kali. Bandingkan dengan angka tahun lalu, yang masing-masing 774 juta bcm dan 7,2 kali.
Melihat kondisi tersebut, pendapatan UNTR tahun ini diprediksi sekitar Rp 46,69 triliun, turun 4% dibanding prediksi tahun lalu. Laba bersih diperkirakan menyusut 33% menjadi Rp 4,94 triliun.
Tekanan harga batubara dan lesunya penjualan alat berat turut menipiskan margin laba bersih UNTR, yang tahun ini diprediksi 10,6%. Bandingkan dengan angka tahun lalu sekitar 13,6%.
Sejatinya UNTR memiliki proyek pembangkit listrik 2.000 MW Tanjung Jati B di Jawa Tengah bersama Sumitomo and Kansai Electric Power. "Tapi, belum bisa menjadi katalis pendapatan UNTR tahun ini," tambah Franky dalam riset 12 Februari.
Ariyanto Kurniawan, analis Mandiri Sekuritas, berpendapat, pasar sebenarnya telah mengantisipasi turunnya tren penjualan Komatsu. Sekarang, justru performa Pama yang patut jadi perhatian.
Dalam riset Ariyanto menjelaskan, volume produksi batubara PAMA akan menurun 10% menjadi 97 juta ton. Tingkat overburden juga akan melorot menjadi 700 juta bcm dari 778 juta bcm.
"Sebesar 60% laba bersih UNTR berasal dari Pama. Jadi, perlambatan yang terjadi di Pama akan berdampak material bagi UNTR," jelas Ariyanto.
Dia memprediksi, laba bersih UNTR tahun ini Rp 5,46 triliun, turun 28% dibanding estimasi laba bersih 2015. Kiswoyo merekomendasikan hold UNTR dengan target harga Rp 17.500.
Franky dan Ariyanto merekomendasikan sell dengan target harga masing-masing Rp 13.900 dan Rp 13.250 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News