kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga gas alam terjegal perang dagang


Senin, 05 Agustus 2019 / 16:26 WIB
Harga gas alam terjegal perang dagang


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Harga gas alam saat ini masih tertekan. Hal ini serupa dengan apa yang terjadi pada komoditas lainnya. Perang dagang masih menjadi faktor utama yang menyebabkan harga gas alam masih tertekan.

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 15.40 WIB, harga gas alam untuk pengiriman September 2019 berada di level US$ 2,09 er mmbtu, melemah 1,27% dibanding akhir pekan lalu.

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan harga gas alam sedang mengalami guncangan dari efek perang dagang. Hal ini mengingat China sebagai negara importir gas alam terbesar di dunia.

Baca Juga: Anadarko bakal bangun proyek LNG di Mozambik senilai US$ 20 miliar

Oleh karena itu, impor gas alam sedikit tertunda seiring dengan adanya perlambatan yang diakibatkan oleh perang dagang.

"Sekarang kan memasuki musim panas, seharusnya permintaan gas alam meningkat tetapi sekarang mengalami tekanan akibat perang dagang," jelas Ibrahim.

Impor yang sedikit tertunda ini menyebabkan persediaan gas alam semakin banyak sehingga harga gas alam semakin turun. Ibrahim menilai penurunan ini akan masih berlangsung hingga tahun 2020.

Faktor perang dagang juga menyebabkan dolar semakin menguat. Hal ini membuat penurunan harga gas alam dinilai wajar oleh Ibrahim. Ia mengatakan, ketika dolar menguat, harga komoditas lainnya pasti mengalami penurunan termasuk gas alam.

Selain perang dagang, Ibrahim juga menyebutkan faktor Brexit yang turut mempengaruhi harga gas alam. Ia bilang saat ini perdana menteri Inggris Boris Johnson telah menyiapkan dana talangan apabila Inggris jadi keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober 2019.

Dana talangan tersebut disiapkan bagi kaum petani, buruh dan nelayan. Hal ini dapat menyebabkan harga gas alam akan sedikit terhambat untuk pelemahannya.

Ibrahim menilai penurunan gas alam masih akan terjadi pada pekan ini. Hal ini juga didukung oleh beberapa indikator teknikal yang menunjukkan harga gas alam masih akan menurun.

Baca Juga: "Sling" Indeks harga spot untuk LNG di Singapura akan dihentikan

Saat ini bollinger band dan moving average berada 20% di bollinger bawah stochastic 70% negatif, MACD wait and see, dan RSI 60% negatif.

"Indikator teknikal ini mengindikasikan gas alam masih akan mengalami penurunan dalam minggu ini, terutama besok," ujar Ibrahim.

Hanya saja, Ibrahim menyebutkan beberapa faktor yang bisa menahan penurunan harga gas alam. Pada musim dingin di bulan November hingga Januari, Ibrahim mengatakan bahwa kebutuhan gas alam sangat tinggi di tengah cuaca yang cukup ekstrim. Oleh karena itu, harga gas alam bisa saja meningkat di saat periode tersebut.

"Tetapi kita tahu biasanya AS akan melakukan intervensi terhadap kenaikan harga gas alam," tutur Ibrahim.

Selain itu, penahan laju pelemahan harga gas alam juga bisa dipengaruhi oleh tanggapan China atas pernyataan presiden AS Donald Trump yang akan memasang tarif baru.

Ibrahim berpendapat ada kemungkinan serangan balik dari China akibat rencana Trump tersebut. Oleh karena itu, masih ada kemungkinan harga gas alam akan bersifat fluktuatif untuk jangka panjang.

Untuk besok, Ibrahim mengatakan harga gas alam akan kembali melemah di kisaran US$ 2,05 - US$ 2,14 per mmbtu. Sedangkan sampai akhir pekan kisarannya berada di US$ 2-US$ 2,16 per mmbtu. Namun, Ibrahim menilai sampai akhir tahun harga gas alam berpotensi naik hingga US$ 2,6 per mmbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×