Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rontoknya harga minyak sawit alias crude palm oil (CPO) memaksa PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) mengerem penggunaan belanja modal alias capital expenditure (capex).
Direktur Utama DSNG Djojo Boentoro mengatakan, perusahaan hanya akan membelanjakan capex antara US$ 40 juta hingga US$ 50 juta pada tahun ini. Jumlah tersebut lebih rendah ketimbang rencana awal, yaitu US$ 70 juta hingga US$ 80 juta.
Belanja modal tahun ini akan digunakan untuk pembangunan pabrik dan penanaman kebun. Djojo mengakui, DSNG memperlambat penanaman baru. Meski begitu, ia mengklaim, sejumlah proyek tetap akan berjalan sesuai rencana. "Proyek tidak boleh ditunda, karena itu mahal," ujarnya, Rabu, (2/9).
Asal tahu saja, saat ini, perusahaan sedang tahap pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) ketujuh di Kini, perseroan juga sedang tahap pembangunan pabrik ketujuh di Kalimantan Timur. Pabrik berkapasitas 60 ton per jam itu ditargetkan rampung pada akhir tahun depan.
Meski harga komoditas masih lesu, DSNG konsisten mengerek kapasitas produksi. Bahkan, emiten ini sudah berencana menambah pabrik kedelapan pada pertengahan tahun depan. Rencananya, pabrik yang akan dibangun di Kalimantan Barat itu berkapasitas 60 ton per jam. DSNG harus merogoh kocek antara US$ 16 juta sampai US$ 18 juta untuk membiayai pabrik itu. Dananya dari kas internal sekitar 20%, sisanya berasal dari pinjaman.
Menurut Djojo, pembangunan parik kelapa sawit anyar mengikuti perkembangan kebun milik perusahaan. "Karena mengikuti jumlah tanaman yang dipanen," tuturnya. Dengan penambahan pabrik tersebut, total kapasitas DSNG akan mencapai 510 ton per jam. Saat ini, DSNG sudah memiliki enam pabrik berkapasitas 390 ton per jam.
Selain ekspansi pabrik, DSNG juga berupaya menambah lahan. Pada Mei lalu, perseroan mencaplok 2.500 hektare lahan di Kalimantan Barat. Perusahaan mengucurkan dana US$ 15 juta untuk akuisisi tersebut. Djojo beralasan, pengambilalihan kebun lantaran lokasinya bersebelahan dengan kebun yang dimiliki perusahaan saat ini.
Dalam pengembangan lahan, Djojo memilih pertumbuhan anorganik. Hanya saja, DSNG saat ini masih mempertimbangkan situasi sebelum mengakuisisi lahan lagi. Ia mencari lahan yang lokasinya dekat dengan lahan sebelumnya, agar bisa berada di bawah satu unit manajemen. Apalagi, di tengah lesunya komoditas, DSNG cenderung memperlambat penanaman baru.
Tahun ini, DSNG membidik pertumbuhan kinerja berkisar 10%-20%. Artinya, perusahaan membidik pendapatan sekitar Rp 5,37 triliun-Rp 5,86 triliun. Lalu, target laba bersih sekitar Rp 714,65 miliar-Rp 779,62 miliar. Pada semester pertama, labanya turun 55,3% menjadi Rp 162,04 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News