Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Prospek kenaikan harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) masih tetap terbuka meski di tengah berbagai tekanan. CPO menanti katalis positif dari Eropa.
Analis PT Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar memaparkan, tertundanya program B10 di Malaysia, menguatnya ringgit serta lemahnya angka permintaan membuat harga CPO bulan ini lebih rendah dibanding bulan Maret lalu.
Mengutip Bloomberg, Selasa (21/6) pukul 17.00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman September 2016 di Malaysia Derivative Exchange tergerus 1% ke level RM 2.374 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya.
Namun menjelang Idul Fitri, tren permintaan CPO biasanya akan meningkat kembali. "Kita tunggu sampai akhir kuartal kedua. Jika harga CPO anjlok ke bawah RM 2.000 per metrik ton, prospek CPO akan kembali memudar," tuturnya.
Di sisi lain, CPO masih mengharap katalis positif dari turunnya pajak progresif sawit di Perancis. Negara tersebut akan menurunkan pajak sawit dari 300 euro menjadi 30 euro per ton mulai tahun depan. Hingga tahun 2020, pajak progresif akan naik menjadi 90 euro per ton dari sebelumnya 900 euro per ton. Perancis membutuhkan sekitar 50.000 hingga 150.000 ton CPO per tahun. "Artinya prospek CPO di pasar Eropa akan tetap terjaga," lanjut Deddy.
Sementara dari dalam negeri, dana subsidi biodiesel akan berkurang sehingga menjadi faktor negatif bagi serapan sawit. Namun, Deddy optimistis peluang kenaikan harga CPO masih terbuka hingga ke RM 2.500 - RM 2.780 per metrik ton pada akhir tahun jika harga mampu bertahan di atas RM 2.000 per metrik ton. Faktor cuaca juga masih mengganggu produksi sehingga dapat mengangkat harga.
Untuk sepekan ini, pergerakan harga akan dipengaruhi rilis data ekonomi Amerika Serikat serta testimomi dari Gubernur The Fed Janet Yellen. Adapun data ekonomi negeri Paman Sam yang akan dirilis antara lain penjualan rumah baru dan klaim pengangguran. "Jika data ekonomi AS positif, maka ada peluang CPO kembali menguat karena menguatnya USD dapan menekan ringgit," kata Deddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News