Reporter: Revi Yohana Simanjuntak |
JAKARta. Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mulai menggeliat. Nilai kontrak pengiriman CPO untuk Januari 2012, Jumat (11/11), ditutup naik 0,5% menjadi RM 3.135 per ton. Pelaku pasar optimistis, harga komoditas ini akan menanjak hingga tahun depan.
Dorab Mistry, Direktur Godrej International Limited, perusahaan besar di India, memprediksi harga CPO di bursa berjangka Malaysia mampu mencapai RM 3.300, pada Januari 2012. Penyebabnya, ketidakseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran CPO di pasar.
Laju pertumbuhan Produksi minyak sawit mentah diperkirakan melambat. Namun, di saat yang sama, permintaan masih terus tumbuh. Alhasil, harga pun berpotensi terkerek naik. Bahkan, perhitungan Dorab, pertengahan tahun 2012, CPO bisa melambung ke level US$ 4.000 atau setara US$ 1.277 per metrik ton. Ini akan menjadi harga tertinggi CPO sejak tahun 2008.
Para produsen CPO terbesar di dunia seperti Indonesia dan Malaysia, kemungkinan menurun angka produksinya. Dorab memperkirakan, tahun ini produksi minyak sawit dari seluruh perkebunan di Indonesia hanya 25,2 juta ton. Angka itu lebih kecil dari proyeksi semula, yaitu 25,5 juta ton.
Adapun Malaysia juga diprediksi hanya mampu memproduksi 18,8 juta ton kelapa sawit. Pertumbuhan produksi kelapa sawit global tahun ini diperkirakan hanya sebesar 5,5 juta ton. "Permintaan minyak nabati tahun 2011-2012 akan di atas enam juta ton," kata Dorab seperti dikutip Bloomberg, Ahad (13/11).
Pelambatan produksi CPO akibat banyak pohon yang memasuki usia tua. Faktor lain yang bisa menghambat produksi CPO adalah kondisi cuaca yang tidak menentu. Ada ramalan, negara produsen CPO akan dilanda banjir.
Permintaan deras
Ibrahim, analis Harvest International Futures, menambahkan permintaan dari China, India, Jepang, dan Pakistan, juga masih akan tinggi. "Situasi Eropa memang masih tidak menentu, tetapi mereka hanya mengonsumsi sepertiga produksi minyak sawit.
Di luar Eropa, permintaan masih tinggi," kata dia.
Meski tengah krisis, pengembangan biodiesel di Benua Biru tersebut juga masih berjalan gencar. Ini membuat permintaan diperkirakan masih akan tumbuh.
Permintaan CPO dari Amerika Serikat (AS) juga masih tumbuh. Tahun 2012, AS berniat mengerek produksi biodesel menjadi 2,2 juta ton, dari 1,1 juta ton tahun ini.
Faktor kenaikan harga minyak kedelai juga bisa ikut mendorong kenaikan harga komoditas sawit. Dua komoditas perkebunan itu memang bersifat substitutif, alias saling menggantikan. Jika harga minyak kedelai terungkit naik, kemungkinan banyak pemodal yang beralih memburu minyak sawit.
Situasi yang sebaliknya, juga bisa terjadi. Ketika minyak sawit dinilai sudah kemahalan, dia bisa saja terkoreksi turun lagi karena pasar beralih ke minyak kedelai.
Penurunan pajak ekspor minyak sawit Indonesia menjadi 15% November ini, menurut Ibrahim, sedikit banyak akan membantu kelancaran pasokan CPO di pasar. "Eksportir akan makin bersemangat," katanya.
Dengan menimbang berbagai macam faktor-faktor tersebut, Ibrahim menilai, prediksi harga CPO sebesar
RM 3.300 di awal tahun depan, masih realistis. Sebelumnya, dia memprediksi harga komoditas ini mampu menembus US$ 3.150 per metrik ton, akhir tahun ini. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News