Reporter: Aris Nurjani | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan harga bitcoin (BTC) berlanjut. Merujuk data Coinmarketcap, harga Bitcoin pada Rabu (21/9) pukul 14.27 WIB berada di US$ 18.882 per BTC atau melemah 3,21% dalam 24 jam dan turun 6,67% dalam tujuh hari terakhir.
Sementara, Ethereum berada di harga US$ 1.328 per ETH atau melemah 3% dalam 24 jam dan turun 17,45% dalam tujuh hari terakhir.
CEO Litedex Protocol Andrew Suhalim mengatakan, turunnya harga bitcoin karena dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya dipengaruhi makro ekonomi, dalam arti ekonomi secara global tidak dalam keadaan baik.
"Seperti akibat dari perang Rusia yang terus berlarut, kebijakan FOMC yang menaikkan suku bunga, sehingga tren market dunia cenderung bearish,"ujar Andrew kepada Kontan.co.id, Rabu (21/9).
Baca Juga: Harga Bitcoin Jatuh ke US$ 18.000, Banyak Mata Uang Kripto Anjlok Lebih dari 10%
Andrew menyebut, penurunan harga yang terus terjadi saat ini sebenarnya sudah memasuki fase akumulasi. Terbukti beberapa perusahaan besar sudah mulai membeli bitcoin kembali, contohnya MicroStrategy.
Dari sisi teknikal, harga bitcoin di level US$ 18.000 merupakan double bottom, dan ini adalah harga terendah dari cost miner atau penambang bitcoin. Level US$ 18.000 cukup kuat untuk saat ini.
Andrew menambahkan, investor cenderung wait and see di masa-masa seperti ini, menunggu untuk "Fear and Great Index" naik ke level Greed/Extreme Greed atau banyak investor wait and see untuk kembali masuk.
"Secara teknikal, posisi resistance bitcoin dikisaran US$ 23.000 - US$ 25.000, dan posisi support dikisaran US$ 18.000 - US$ 19.000," ujarnya.
Andrew mengatakan bitcoin masih cukup menarik, terbukti dengan volume cap bitcoin yang besar dan meningkat. Jadi saat ini, fase bitcoin memasuki siklus akumulasi.
"Jadi para investor sudah menerapkan pola dollar cost averaging, yang selalu menjadi skema andalan dari para investor ketika market bearish," jelasnya.
Baca Juga: Pasar Kripto Menghijau, Harga Bitcoin Naik Berapa Persen?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News