Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - Harga komoditas batubara terus melaju. Seolah tak puas dengan rekor tertingginya dua pekan lalu, harga batubara kembali menembus level tertingginya sejak 11 Juni 2013.
Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan (7/9) harga batubara kontrak pengiriman Oktober 2017 di ICE Futures Exchange tercatat menguat 0,1% ke level US$ 95,80 per metrik ton. Sedangkan jika membandingkan sepekan sebelumnya harganya sudah menguat 4,19%.
Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures melihat faktor permintaan menjadi sentimen positif yang menopang penguatan harga batubara kali ini. Sinyal penambahan permintaan terjadi pada tambang batubara di Queensland, Australia.
“Ekspor batubara Queensland bulan Agustus naik ke level tertinggi tahunannya yakni sekitar 13,44 juta metrik ton,” ungkapnya kepada Kontan, Jumat (8/9).
Menurutnya meskipun produksi batubara di Australia selama tahun 2017-2021 telah diproyeksikan akan meningkat 1,1% tetapi dengan tingginya permintaan harga masih tetap berada pada trend bullish. Sejauh ini Jepang tetap menjadi negara pengimpor terbesar batubara asal Australia di kisaran 31,1%. Angka tersebut jauh diatas jumlah impor China yang hanya mencapai 19,3%.
Selain tingkat permintaan, sentimen positif lain datang dari melemahnya indeks dollar Amerika Serikat (AS). Mengutip Bloomberg, Jumat (8/9) pukul 16.00 wib indeks dollar jatuh 0,51% ke level 91,19. Greenback semakin tertekan lantaran kondisi dalam negeri dan geopolitik yang tidak menguntungkan.
“Melemahnya dollar berdampak pada harga batubara,” imbuhnya.
Di lain pihak, Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures melihat penggunaan batubara yang tinggi di AS sebagai sumber energi juga turut melambungkan harga. EIA memproyeksikan selama tahun 2017 batubara akan menyuplai 31,3% listrik AS sedangkan gas alam hanya menyumbang 31%. Padahal tahun 2016 gas alam mengungguli batubara sebagai bahan bakar utama yaitu sekitar 33,8% dan batubara hanya 30,4%.
Ia menambahkan, penguatan batubara juga disokong dari permintaan baja yang terus meningkat. Produksi baja China di bulan Juli telah mencapai rekor bulanan baru ke level 74,0 juta ton atau 10,3% lebih tinggi dari bulan yang sama tahun lalu. Begitu juga dengan di AS. Menurut American Iron and Steel Institute (AISI) sampai 2 September kemarin produksi baja mentah naik 3.2% yaitu naik dari 59,025 juta ton menjadi 60,9 juta ton.
“Dalam produksinya baja membutuhkan batubara sebagai energi. Permintaan baja yang meningkat pastinya akan membutuhkan batubara lebih banyak,” tutupnya.
Kemudian dari sisi pasokan, batubara saat ini diuntungkan dari kondisi cuaca yang membuat arus distribusi batubara terhambat. Seperti dikutip dari Reuters, Pusat pengangkutan batubara terbesar di Cina Selatan yakni Pelabuhan Guangzhou baru saja menyatakan kalau kapasitas penyimpanannya sudah tidak mampu menerima kargo batubara akibat badai topang sejak akhir Agustus lalu.
Padahal pelabuhan tersebut memiliki 14 tempat berlabuh yang bisa menangani pengiriman hingga 60 juta ton batubara per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News