Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Harga komoditas batubara terus melambung hingga menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2013. Berbagai sentimen berhasil mendorong laju harga. Bahkan kini harga emas hitam itu sudah menembus level US$ 90 per metrik ton.
Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (11/8), harga batubara kontrak pengiriman Oktober 2017 di ICE Futures tercatat menguat 0,5% ke level US$ 90,85 per metrik ton. Sedangkan, jika dibandingkan pekan sebelumnya, harga batubara sudah menguat 1,96%.
Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradeppoin Futures menilai, penguatan harga ini terjadi karena adanya peningkatan permintaan dan penurunan pasokan. Sentimen positif yang paling berpengaruh datang dari China. Negeri tirai bambu itu mencatat terjadinya peningkatan impor sekaligus pengurangan jumlah output.
“Sampai April kemarin impor batubara China telah meningkat 33%, ini artinya kebutuhan batubara di sana masih cukup tinggi,” ungkapnya, Senin (14/8).
Jumlah impor semakin meningkat karena produksi dalam negeri yang terus berkurang. Pada Juli lalu, produksi batubara China akhirnya tergelincir dari level tertinggi selama 19 bulan terakhir. Produksinya turun 7,6% menjari 9,5 juta ton per hari.
Ditambah lagi masih dalam rangka pemangkasan kapasitas produksi batubara nasional, National Energy Administration (NEA) menyatakan sampai akhir tahun 2017, China akan menutup 7 tambang batubara dProvinsi Heilongjiang. Sampai Juli ini, sudah lima tambang ditutup di wilayah tersebut.
“Kalaupun kemarin dikabarkan China sempat meningkatkan produksi batubara untuk memenuhi kebutuhan batubara, tetapi kalau kebutuhan sudah dipenuhi pasti mereka kembali melakukan pembatasan,” paparnya.
Sentimen lain datang dari produksi batubara dalam negeri. Sampai akhir Juli 2017, produksi batubara di Indonesia melambat. Dalam 7 bulan, produksinya hanya mencapai 139 juta ton atau baru memenuhi 29% dari target tahun ini pada angka 477 juta ton.
Tak hanya Indonesia, kata Deddy World Coal Association (WCA) telah memperkirakan kebutuhan batubara untuk kawasan Asia sampai tahun 2040 masih cukup tinggi. Sekitar 50% pembangkit listrik dikawasan Asia menggunakan batubara sebagai bahan baku. Bahkan menyalip permintaan gas sebagai bahan baku pembangkit listrik.
“Produksi batubara memang mengalami perlambatan, tetapi permintaan batubara untuk pembangkit listrik cukup tinggi,” imbuhnya.
Satu-satunya sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga kini hanya tinggal pelaksanaan konvensi iklim Prancis. Per Juni lalu, impor batubara dari kawasan Eropa turun hingga 30%. Inggris misalnya, sejak Januari hingga Juli, hanya mengimpor 156.726 metrik ton batubara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News