Reporter: Widiyanto Purnomo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Prospek harga batubara di pasar internasional semakin buram. Kondisi itu menyeret kinerja produsen batubara, termasuk PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Semester pertama tahun ini kinerja ITMG rontok. Di jangka pendek, belum ada katalis positif yang bisa mengangkat harga dan permintaan batubara. Mengacu laporan keuangan ITMG per 30 Juni 2015, emiten ini membukukan pendapatan US$ 824,53 juta, menyusut 14,58% dibandingkan periode sama tahun lalu atau year on year (yoy). Sedangkan laba bersih ITMG di periode yang sama anjlok 60,80% (yoy) menjadi US$ 58,03 juta.
“Hal ini dilatarbelakangi lebih rendahnya harga jual rata-rata dan permintaan batubara,” ungkap Andre Varian, analis Ciptadana Securities dalam riset pada 14 Agustus tahun ini.
Harga jual rata-rata batubara pada kuartal kedua tahun ini menyusut 5% dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi US$ 57,2 per ton. Volume penjualan batubara selama kuartal kedua juga turun 3% ketimbang kuartal sebelumnya menjadi 6,9 juta ton.
Ariyanto Kurniawan, analis Mandiri Sekuritas, memprediksi, prospek harga batubara masih suram. “Belum ada katalis positif untuk mengangkat harga batubara,” kata dia, kepada KONTAN, Selasa (18/8). Andre memangkas prediksi harga jual rata-rata batubara sepanjang 2015 dari US$ 67,5 per ton menjadi US$ 65 per ton. Apalagi, ekspor batubara Indonesia bakal terkena efek negatif langkah pemerintah Tiongkok yang baru saja mendevaluasi valutanya.
Demi menopang kinerja, ITMG tidak punya pilihan selain menekan biaya produksi dan efisiensi. Salah satu caranya, memperkecil stripping ratio alias perbandingan antara volume massa tanah yang dikeruk dan kandungan batubara yang diambil.
Sebastian Tobing, analis Trimegah Securities, dalam riset pada 10 Juli 2015 menilai, mengurangi stripping ratio, perusahaan dapat menekan biaya produksi ketika harga jual rata-rata batubara melemah. Hal ini dapat meminimalkan dampak koreksi harga batubara terhadap profitabilitas perusahaan.
Ketika harga batubara melemah, ITMG bisa mengurangi stripping ratio secara konsisten dari 13,4 pada 2010 menjadi 10,0 pada 2014. Emiten ini menargetkan sampai akhir 2015 dapat mengurangi stripping ratio hingga 8. “Tapi perkiraan kami perusahaan dapat mengurangi stripping ratio hingga 8,7 sampai akhir tahun ini,” ujar Sebastian.
Stripping ratio diperkirakan berkurang lantaran situs pertambangan ITMG di Tanjung Mayang diperkirakan selesai beroperasi secara komersial pada November tahun ini. Selain itu, cadangan batubara di situs pertambangan Jorong diprediksi habis pada pertengahan 2017.
Andre menerka, pendapatan ITMG sepanjang 2015 turun 7,57% dibandingkan 2014. Di saat yang sama, laba bersihnya berpotensi menyusut 33,5% (yoy). Andre merekomendasikan hold saham ITMG dengan target Rp 9.900 per saham.
Analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri juga merekomendasikan hold dengan target Rp 10.600. Sedangkan Sebastian merekomendasikan buy dengan target Rp 13.700. Harga saham ITMG kemarin menyusut 1,58% menjadi Rp 9.350 per saham. Ini adalah harga terendah ITMG sejak Januari 2009.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News