Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten baja diperkirakan masih akan lemah di tengah rendahnya harga baja global dan sejumlah sentimen negatif yang menyelimuti di tahun 2025.
Melansir Trading Economics, harga baja tercatat saat ini ada di level CNY 3.210 per ton. Harga itu sudah turun 2,40% dalam sebulan terakhir dan turun 16,54% dalam setahun terakhir.
Sementara, harga baja HRC saat ini ada di level USD 696,05 per ton. Angka itu naik 3,56% dalam sebulan terakhir, namun turun 24,43% dalam setahun terakhir.
Di sisi lain, industri baja domestik juga dapat sentimen negatif dari adanya dumping baja dari sejumlah negara Asia lainnya.
Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) Ekspor Baja Rendah Emisi ke Selandia Baru
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatatkan penurunan kinerja ekspor besi dan baja pada Desember 2024.
Ekspor besi dan baja tercatat mencapai US$ 2,37 miliar, atau turun 1,14% secara bulanan atau month to month (mtm), namun meningkat secara tahunan sebesar 3,82% secara tahunan alias year on year (yoy).
Corporate Secretary & Investor Relations PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP), Johannes Edward mengatakan, manajemen sebenarnya memakai harga acuan China HRC dari LME. Sayangnya, harga acuan untuk China HRC dari LME jatuh lebih parah, dengan rata-rata penurunan 20% yoy di akhir tahun 2024.
Namun, hal tersebut diakui tidak banyak berpengaruh terhadap kinerja ISSP secara khusus, karena kondisi itu memengaruhi seluruh pemain tanpa kecuali.
Saat ini, rata-rata harga jual alias average selling price (ASP) ISSP ada di kisaran Rp 15.000 – Rp 30.000 per kilogram.
Baca Juga: BPS: Ekspor Batubara, Besi dan Baja hingga CPO Turun Pada Desember 2024
“ASP kami mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu signifikan karena diimbangi oleh perlemahan rupiah yang mengharuskan ada kenaikan harga baja,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/1).
Johannes mengungkapkan, ISSP tidak menetapkan target ASP secara khusus. Sementara, volume penjualan dan laba ditargetkan tumbuh sebesar 10% di tahun 2025.
Di tahun ini, ISSP menganggap gejolak stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri menjadi tantangan yang memengaruhi kinerja perseroan secara signifikan.
“Sedangkan, peluang bagi ISSP di tahun 2025 sebetulnya sangat luas, apalagi dengan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 8% per tahunnya,” paparnya.
Terkait produksi, ISSP belum merilis angka pasti untuk tahun 2024. Namun, produksi baja ISSP di tahun 2024 diperkirakan tak akan jauh berbeda dengan tahun 2023 yang sekitar 360 ribu ton.
“Untuk tahun ini, kami memperkirakan target produksi bisa naik 10%-15%,” ungkapnya.
Rekomendasi saham
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, kinerja keuangan emiten baja sepanjang tahun 2024 mengalami tekanan yang cukup signifikan.
Harga baja global yang menurun sebesar 16,54% dalam setahun, ditambah dengan masalah dumping baja murah dari luar negeri, memengaruhi profitabilitas emiten baja di Indonesia.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) misalnya. Meskipun KRAS mencatatkan rekor penjualan tertinggi pada Desember 2024 melalui anak usahanya, Krakatau Pipe Industries (KPI), tetapi perseroan masih harus menghadapi kerugian dan proses restrukturisasi.
“Sentimen negatif lain di tahun lalu termasuk lemahnya permintaan baja di pasar domestik dan internasional, serta persaingan dengan produk baja impor yang lebih murah,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/1).
Baca Juga: Malaysia Kenakan Bea Antidumping Impor Besi Baja dari 4 Negara, Ada China dan India
Di tahun 2025, prospek kinerja keuangan emiten baja diharapkan bisa membaik dengan adanya kebijakan proteksi pemerintah terhadap dumping baja murah. Selain itu, peningkatan proyek infrastruktur yang bisa mendorong permintaan baja.
Namun, tantangan dari fluktuasi harga baja global dan biaya bahan baku yang tinggi tetap menjadi perhatian.
“Strategi yang perlu diterapkan para emiten baja agar kinerja membaik di tahun ini meliputi efisiensi operasional, inovasi produk, serta penguatan pasar domestik dan ekspansi ke pasar internasional,” paparnya.
Hendra mengatakan, kinerja saham emiten baja saat ini juga mencerminkan kondisi keuangan yang masih tertekan.
“Lihat saja saham KRAS belum menunjukkan pemulihan, meskipun ada pencapaian positif di akhir tahun 2024,” katanya.
Melansir RTI, saham KRAS turun 5,08% dalam sebulan dan turun 21,68% dalam setahun.
Baca Juga: Steel Pipe Industry of Indonesia (ISSP) Maksimalkan Penjualan di Sisa 2024
Kinerja saham ISSP pun sama nasibnya, turun 6,94% dalam sebulan dan terkoreksi 6,94% dalam setahun. Sementara, saham PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) masuk papan pemantauan khusus (PPK).
Namun, potensi perbaikan di tahun ini tetap ada jika strategi efisiensi dan peningkatan daya saing berhasil diimplementasikan.
“Sentimen positif dari kebijakan pemerintah dan proyek infrastruktur diharapkan dapat mendukung perbaikan harga saham emiten baja,” ungkapnya.
Alhasil, Hendra belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten baja lantaran kondisi pasar yang masih fluktuatif dan volume transaksi saham emiten yang kecil.
Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto melihat, pergerakan saham ISSP ada di level support Rp 260 per saham dan resistance Rp 274 per saham, dengan tren melemah.
“Rekomendasinya wait and see, dengan estimasi pelemahan hingga Rp 260 - Rp 240 per saham,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/1).
Selanjutnya: Jeep Resmi Membuka Diler Pertama di Indonesia, Berlokasi di Pantai Indah Kapuk
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Olahraga saat Haid, Ampuh Atasi Gejala PMS lo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News