Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tekanan bagi harga aluminium datang dari penantian pelaku pasar akan rilis hasil FOMC yang akan dirilis Kamis (15/12) dini hari. Belum lagi di saat yang bersamaan, China mencatatkan kenaikan produksi aluminiumnya demi memanfaatkan peluang keuntungan akibat kenaikan harga yang berlangsung beberapa waktu terakhir.
Mengutip Bloomberg, Rabu (14/12) pukul 13.01 WIB harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange terkikis 0,13% di level US$ 1.738,75 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Walau dalam sepekan terakhir harga aluminium sudah terbang 1,85%.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures mengungkapkan imbas negatif dari penantian pasar akan pengumuman hasil rapat FOMC sebenarnya hanya sesaat. Sampai saat ini hampir bisa dipastikan The Fed akan menaikkan suku bunga setidaknya 25bps. Hanya saja kini yang dinanti pasar adalah bagaimana proyeksi The Fed akan ekonomi AS pada 2017 mendatang.
"Antisipasi jelas terasa di pasar, ini menekan posisi harga komoditas termasuk aluminium," kata Andri. Belum lagi kenaikan harga aluminium yang berlangsung cukup signifikan beberapa waktu terakhir ikut menimbulkan peluang bagi pelaku pasar melakukan aksi profit taking. Faktor ini turut memberikan tekanan koreksi bagi harga.
Tidak berhenti di situ, dari laporan National Bureau of Statistics (NBS) tercatat produksi China November 2016 terbang 3,8% menjadi 2,8 juta metrik ton dibanding bulan sebelumnya. Ini merupakan rekor produksi baru bagi China setelah sebelumnya pada Oktober 2016, produksi Negeri Tirai Bambu tergerus ke level terendahnya dalam tujuh tahun terakhir.
"Ada upaya dari produsen untuk menggenjot produksinya memanfaatkan harga yang sedang tinggi tapi sifatnya sementara," ungkap Andri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News