Reporter: Namira Daufina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Hasil pemilu Inggris masih jadi beban terbesar bagi pergerakan poundsterling saat ini. Wajar pasangan GBP/JPY pun terkikis pelemahan.
Mengutip Bloomberg, Senin (12/6) pukul 16.47 WIB pasangan GBP/JPY yang melorot 0,66% ke level 139,69 dibanding hari sebelumnya.
Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan pelemahan GBP/JPY terjadi karena memang bayang negatif dari hasil pemilu Inggris pekan lalu masih terus membalut pergerakan pasangan ini.
Kekecewaan pasar dengan kegagalan Partai Konservatif untuk menguasai kursi mayoritas di parlemen menekan poundsterling.
“Ditambah lagi di awal pekan ini minim data ekonomi Inggris terbaru yang bisa jadi alasan bagi sterling untuk membalikkan arah,” papar Putu.
Untuk sementara waktu ini fokus pergerakan datang dari sterling sementara yen hanya bergerak diuntungkan ditambah lagi dengan perannya sebagai safe haven.
Adapun ketidakpastian global yang menguntungkan yen antara lain ketegangan di Timur Tengah antara beberapa negara seperti Arab Saudi, Mesir dan Kuwait dengan Qatar hingga uji coba rudal yang tetap berlangsung di Korea Utara. Efeknya data ekonomi Jepang yang negatif seperti pemesanan pabrikan inti April 2017 turun dari 1,4% menjadi minus 3,1%, pemesanan peralatan mesin bulan yang sama menukik dari 34,7% menjadi 24,4% gagal menekan yen.
Putu menebak pasangan GBP/JPY berpotensi untuk melanjutkan pelemahan. “Walau nantinya bergantung pada kemampuan Theresa May, Perdana Menteri Inggris untuk mengatur koalisi dan kembali memenangkan suara terbanyak di parlemen atau tidak,” jelas Putu.
Jika nantinya berhasil dicapai suara 326 suara untuk Partai Konservatif, maka May akan aman di posisinya sebagai Perdana Menteri Inggris dan itu bisa jadi sumber kekuatan bagi poundsterling.
Namun jika sebaliknya, apabila May gagal maka pelemahan GBP/JPY bisa terjadi semakin signifikan. Walau memang nantinya poundsterling bisa mendapat kekuatan jika rilis data inflasi Inggris Mei 2017 benar stabil di level 2,7%.
“Potensi untuk menguat tetap ada tapi pengaruh terbesar datang dari sisi politik terutama hasil pemilu, maka kalaupun menguat terbatas dengan yen yang cenderung mengikuti saja,” tutup Putu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News