kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,13   -1,63   -0.18%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fitch & Moody's: Properti akan tertekan


Kamis, 21 November 2013 / 06:49 WIB
Fitch & Moody's: Properti akan tertekan
ILUSTRASI. Denis Sverdlov


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Perusahaan pemeringkat, Moody's Investors Services dan Fitch Ratings masih mempertahankan rating emiten properti di Indonesia meski tekanan di bisnis ini membesar. Kedua perusahaan rating tersebut memperkirakan, hasil penjualan pengembang properti akan akan lebih rendah di 2014.

Moody's memperkirakan, pertumbuhan pendapatan pengembang akan menurun menjadi 17% di 2014, dari 21% di 2013. Penurunan pertumbuhan ini karena adanya pengetatan kredit kepemilikan rumah (KPR), perlambatan ekonomi, dan nilai tukar rupiah yang melemah.

Erlin Salim, Associate Director PT Fitch Ratings Indonesia dalam rilisnya, kemarin, menyebutkan, pelemahan rupiah akan membuat harga bahan baku meningkat. Faktor lain yang menurunkan presales pengembang adalah harga jual rata-rata yang tinggi. "Penurunan marketing sales akan terasa pada emiten dengan pasar properti menengah ke high-end," kata dia.

Jacintha Poh, analis Corporate Finance Group Moody's Investors Services Singapore menjelaskan, tantangan lain yang harus dihadapi oleh perusahaan properti adalah kondisi ekonomi makro di 2014 yang masih tidak bersahabat. Sebab, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) masih akan melambat. Belum lagi, kebijakan ekonomi moneter juga masih sangat ketat dan ditambah pelaksanaan pemilihan umum (pemilu).

"Kami tidak melihat adanya penurunan permintaan perumahan di Jakarta," ujar Poh. Sebab, pertumbuhan populasi dan terus mengalirkan urbanisasi ke ibukota Indonesia. Pengembang akan tetap meluncurkan produk baru sehingga tetap menjaga kinerja.

Fitch juga berpandangan sama. Menurut Salim, harga properti residensial di Indonesia meningkat 30% per tahun selama tiga tahun terakhir.

Karena faktor itulah, Fitch memandang, emiten dengan basis pendapatan berulang alias reccuring income yang lebih besar akan sangat tertolong.

Contohnya adalah, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). "KIJA mengoperasikan pembangkit listrik dengan perjanjian jangka panjang dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)," ujar Salim.

Poh juga memandang, LPKR mempunyai prospek positif karena emiten ini memiliki profil bisnis yang beragam. Emiten lain yang kinerja masih positif adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), ASRI dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN). "PWON paling sedikit terkena efek pelemahan rupiah karena memiliki eksposur utang dollar lebih sedikit," ujar Poh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×