Reporter: Aris Nurjani | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Euro kembali tertekan terhadap dolar dikarenakan kekhawatiran pasar akan penghentian pasokan gas ke Eropa akhir bulan ini sehingga memperburuk krisis energi.
Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan euro tertekan akibat kekhawatiran resesi semakin meningkat di Eropa setelah Gazprom kembali menghentikan pasokan gas untuk perawatan pipa.
"Sedangkan dolar semakin menguat oleh beberapa pernyataan hawkish dari pejabat The Fed belakangan ini, serta menjelang pertemuan Jackson Hole, pasar mengantisipasi pidato yang hawkish dari Jerome Powell," ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (23/8).
Baca Juga: Eropa Terancam Krisis Energi, Euro Tak Berdaya Hadapi Dolar
Dengan perkembangan terakhir, Lukman memperkirakan Euro berpotensi menuju 0.8500 di 2023. Hal ini merupakan imbas dari krisis gas di Eropa akan sangat berat dan akan menyebabkan resesi yang berkepanjangan seiring dengan inflasi yang tetap tinggi di Eropa.
"Perbedaan pada outlook suku bunga antara the Fed dan ECB juga membuat Euro jadi kurang menarik. Pasar mengantisipasi suku bunga acuan the Fed untuk mencapai paling tidak 3,25-3,5% di akhir tahun, bandingkan dengan ECB yang paling tinggi hanya akan berada di 1,5%," ucapnya.
Lukman mengatakan pergerakan euro sementara ini lebih banyak sentimen negatif, utamanya adalah pasokan gas dari Russia yang diperkirakan akan terhenti total, perang berkepanjangan di Ukraina.
Kebijakan suku bunga yang tidak se agresif the Fed juga akan membebani nilai Euro.
"Euro masih akan terus tertekan sentimen negatif ini hingga paling tidak hingga tahun depan," tuturnya.
Lukman memperkirakan Euro dalam jangka pendek akan menyentuh level US$ 0.9600-US$ 0.9800 dan di akhir tahun akan berada di US$ 0.9150.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













