Reporter: Anna Marie Happy, Choirunnisak Fauziati, Harry Febrian | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Harga minyak dunia kembali terkoreksi. Ketidakpastian ekonomi Eropa rupanya memadamkan minyak. Meski begitu, analis memproyeksikan harga minyak akan bangkit lagi.
Kontrak pengiriman minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk September, Selasa (31/7) pukul 16.00 WIB, senilai US$ 89,57 per barel. Harga itu melemah 0,62% daripada penutupan kontrak sejenis, akhir pekan lalu.
Ibrahim, Analis Harvest International Futures, menduga, penyebab penurunan harga minyak adalah rencana Bank Sentral Eropa memberi pinjaman untuk menjaga kestabilan ekonomi benua itu. Rencana itu diartikan sebagai pertanda bahwa situasi Eropa masih jauh dari positif. "Banyak investor yang profit taking," ujar Ibrahim.
Indeks keyakinan ekonomi di Zona Eropa menurun ke level terendah dalam tiga tahun terakhir di bulan Juli. Ini berarti, ekonomi masih akan suram di kuartal ketiga.
Bulan September akan menjadi waktu penentuan Yunani apakah tetap berada di dalam Zona Euro. Namun, sebelumnya, Mario Draghi, Gubernur Bank sentral Eropa mengatakan akan melakukan apa pun demi mempertahankan euro.
Menurut Ibrahim, minyak dalam pekan ini masih sangat terpengaruh oleh kondisi geopolitik di Timur Tengah. Jika perang terjadi antara kubu Syriah yang mendapat dukungan dari China dan Rusia, dengan pihak oposisi, yang didukung Eropa dan Amerika Serikat (AS), bisa dipastikan minyak akan melambung.
Kepala Analis Askap Futures, Suluh Adil Wicaksono, mengatakan, data cadangan minyak mentah terbaru AS, yang akan dirilis hari ini, turut menentukan arah harga. Jika data cadangan menurun, harga minyak akan menanjak. Begitu pula sebaliknya.
Berpotensi naik
Menurut Ibrahim, indikator teknikal memperlihatkan harga minyak cenderung naik terbatas. Bollinger masih 20% di atas, yang berarti potensi penguatan terbatas. Moving average hanya 10%, berarti minyak bisa bergerak ke dua arah sekaligus. Moving avereage convergence divergence di 60%, atau peluang naik.
Relative strength index di 60% menuju ke bawah, pertanda kenaikan sementara. “Jika melihat polanya, ada sedikit sentimen positif bagi minyak," prediksi Ibrahim. Jika Eropa juga menggulirkan stimulus untuk mengatasi krisis, harga minyak, menurut Ibrahim, akan menguat.
Namun sebelum itu terjadi, dia memproyeksi, harga minyak akan jatuh hingga kisaran US$ 76 per barel. Kondisi ekonomi dunia yang memburuk, bisa mengoreksi harga minyak di kuartal tiga - empat.
Ibrahim memprediksi minyak berada dalam kisaran US$ 87,90 - US$ 92,29 per barel dalam pekan depan. Untuk satu bulan ke depan, minyak bergerak mulai US$ 93,98 hingga US$ 77,12 per barel.
Proyeksi Suluh, harga minyak masih bisa naik menjadi US$ 86,80 hingga US$ 93,50 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News