Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri emas digital siap menjalani babak baru. Setelah mengesahkan dua pasar fisik emas digital melalui Jakarta Future Exchanges (JFX) serta Indonesia Commodity dan Derivative Exchange (ICDX), kini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) juga telah mengesahkan Sakumas sebagai pedagang fisik emas digital di Indonesia.
Sebagai informasi, sebelumnya para pedagang emas digital hanya memerlukan perizinan dari Bappebti untuk menawarkan produk emas digital. Namun, kini, para pedagang diharuskan untuk mendaftarkan diri ke Bursa penyelenggara pasar fisik emas digital. Hal ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dan menjaga keamanan nasabah.
Pasalnya, pihak bursa nantinya akan melakukan pemeriksaan apakah emas fisik milik pedagang tersebut benar-benar ada dan sesuai dengan jumlah emas digital yang dijual melalui platform masing-masing.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi pedagang emas digital yang menawarkan emas digital, namun ternyata sebenarnya tidak memiliki emas fisik. Pada akhirnya, pengawasan akan lebih mudah dan masyarakat lebih terlindungi dari potensi penipuan.
Baca Juga: Bappebti Sahkan Sakumas Sebagai Pedagang Fisik Emas Digital
CEO Sakumas, Denny Ardhiyanto menjelaskan, Sakumas merupakan salah satu produk PT Sehati Indonesia Sejahtera yang pertama kali meluncurkan platform perdagangan emas digital sehatigold.com pada Desember 2020, dan telah melakukan rebranding menjadi sakumas.com sejak Juni 2021.
"Dengan bertransaksi di Sakumas pengguna tak perlu khawatir, sebab Sakumas memberikan terobosan dan solusi penyimpanan emas fisik serta memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pelanggannya karena transaksi sudah diatur dan diawasi oleh otoritas," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (7/1).
Dengan disahkannya Sakumas, Denny menyebut setiap transaksi nasabah akan diawasi oleh bursa berjangka. Selain itu, emas digital di Sakumas juga dijamin oleh emas fisik yang disimpan dan diawasi oleh kliring berjangka. Adapun, Sakumas telah bekerja sama dengan PT JFX sebagai bursa berjangka dan PT Kliring Berjangka Indonesia sebagai kliringnya.
Direktur Utama JFX Stephanus Paulus Lumintang mengatakan pihaknya sejauh ini mencatat sudah ada tiga pedagang emas digital lainnya yang telah melengkapi persyaratan.
Sementara di ICDX, Vice President of Membership ICDX Yohanes F. Silaen juga menyebut sudah terdapat tiga pedagang emas digital yang sudah terdaftar di pasar fisik emas digital ICDX. Ia bilang, ketiga pedagang emas digital tersebut adalah Treasury, Indogold, dan Lakuemas.
Baca Juga: Perdagangan Berjangka Naik, ICDX akan Garap Pasar Karbon
Yohanes menilai, prospek pasar emas digital di Indonesia saat ini sangatlah potensial. Melalui emas digital, masyarakat memiliki sistem pembelian emas dengan cara yang mudah, di mana pelanggan dapat membeli dengan ukuran (nominal) yang lebih kecil sehingga semakin mendorong appetite masyarakat untuk berinvestasi.
“Oleh karena itu, kami sebagai bursa berjangka akan terus memperluas pasar fisik emas digital ini, salah satunya dengan terus menambah pedagang yang terdaftar/masuk ke dalam bursa,” kata Yohanes kepada Kontan.co.id, Senin (10/1).
Merujuk aturan Bappebti, peserta dalam hal ini pedagang emas digital wajib menempatkan sejumlah emas pada pengelola tempat penyimpanan sebanyak 20.000 gram atau 20 kg di mana 80% berupa emas fisik sedangkan 20% setara kas.
Lebih lanjut, apabila emas yang disimpan di tempat penyimpanan tersebut karena adanya transaksi sehingga berkurang sebanyak 5 kg maka kewajiban peserta untuk menambah emas yang disimpan dalam tempat penyimpanan sebanyak 5 kg, sehingga emas di tempat penyimpanan menjadi kembali 20 kg seperti semula.
Persyaratan lain yang harus dipenuhi calon pedagang fisik adalah berbentuk badan usaha berbadan hukum (PT). Lalu, memiliki modal sebesar Rp 20 miliar ketika mendapat persetujuan atau s.d 8 Februari 2022, dan mampu mempertahankan modal akhir sebesar Rp 16 miliar atau 2/3 dari total pengelolaan emas (AuM).
Berikutnya, modal yang dimiliki harus mencapai Rp 100 miliar paling lama pada 9 Febaruaru 2022 dan mempertahankan modal akhir Rp 80 miliar atau 2/3 dari total pengelolaan emas (AuM).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News