Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di tengah volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), beberapa emiten lapis kedua menebar dividen. Misalnya, PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) yang akan membagikan dividen tunai 2013 senilai Rp 20 per saham.
Mengacu harga MAIN sebesar Rp 3.240 per saham, emiten pakan ternak ini menawarkan dividen yield sebesar 0,62%. Total dividen yang disebar MAIN mencapai Rp 35,82 miliar atau 14,84% dari total laba bersih 2013 senilai Rp 241,24 miliar. Namun, nilai dividen itu masih lebih kecil dibandingkan dividen yang dibagikan tahun lalu sebesar Rp 36 per saham. "Dividen akan dibagikan 14 November," ujar manajemen MAIN dalam pernyataan resmi, Kamis (23/10).
Beberapa emiten lain seperti produsen bir PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) pun akan membagi dividen. Kali ini, MLBI membagikan dividen interim 2014. Nilai dividennya adalah Rp 119 per saham, sehingga total dividen Rp 250,73 miliar. Pembagian dividen ini akan dilakukan 28 November. MLBI termasuk emiten yang konsisten menebar dividen. Padahal, di semester I 2014, laba MLBI turun 9,58% menjadi Rp 348,21 miliar.
Meski getol membagi dividen, nilai dividen yield MLBI kecil. Soalnya, harga saham MLBI sudah tinggi, yakni Rp 1,3 juta per saham. Dus, dividen yield-nya hanya 0,009%. Adapun dividen yield yang tinggi dikucurkan PT Multi Indocitra Tbk (MICE) dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF). MICE akan membagi dividen Rp 10 per saham dengan dividen yield 2,79%. Sedangkan ADMF akan menebar dividen Rp 2.700 per saham. Dividen yield ADMF bahkan mencapai 23,74%, mengacu harga saat ini senilai Rp 11.375 per saham.
Selain itu, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) dan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) juga akan mengucurkan dividen masing-masing Rp 2 per saham dan Rp 50 per saham.
Andrew Argado, Kepala Riset Recapital Securities, menilai, pembagian dividen menjadi peluang untuk meraup cuan di tengah volatilitas indeks saham. Ada dua alasan emiten membagikan dividen. Pertama, emiten itu memang membatasi ekspansi. Sehingga, memiliki dana cukup untuk dividen.
Kedua, karena ada keinginan dari pemegang saham mayoritas. Dia mencontohkan, MLBI memang sering membagikan dividen karena bisnisnya sudah matang sehingga tak perlu banyak ekspansi. Namun, perlu dilihat juga likuiditas saham emiten pemberi dividen. "Tak semuanya bagus untuk dikoleksi," jelas Andrew.
Besaran dividen yield juga tak selalu menjadi patokan investor, apalagi bagi saham-saham lapis kedua. Investor justru lebih banyak melihat return total dari saham tersebut. Return saham lapis dua diharapkan bisa lebih tinggi dari risiko pasar, misalnya BI rate. "Ambil saja risiko tahun ini sekitar 8% untuk BI rate. Nah, cari saham yang gain-nya tumbuh lebih dari itu," ungkap Andrew. Investor juga mulai melirik saham lapis dua pemberi dividen. "Ini bisa dicermati karena bluechip sudah kemahalan," tutur David Sutyanto, analis First Asia Capital.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News