Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Peritel modern perlu mengatur strategi agar bisnisnya berjalan optimal. Ancaman daya beli masyarakat yang rendah masih membayangi sektor ini. Siasat pun diatur untuk mempertahankan kinerja bottom line.
Salah satu caranya adalah menutup toko yang tak produktif. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) misalnya, berniat menutup dua gerai, yakni di Pasaraya Manggarai dan Blok M, akhir bulan ini. Manajemen ingin fokus mengembangkan gerai yang berkontribusi positif.
Selain menutup gerai, adapula emiten yang mengubah format penjualan, seperti PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Emiten ini menutup delapan gerai berformat supermarket, kemudian menggantinya dengan format department store. Format baru ini dinilai punya potensi lebih baik.
Ada juga emiten yang melakukan diversifikasi. Misalnya, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) yang berinovasi dengan konsep minimarket Giant Mart agar lebih dekat dengan warga. "Ini bukan minimarket umumnya, tapi sebuah konsep baru," kata Stephane Deutsch, Presiden Direktur HERO, beberapa waktu lalu.
HERO sudah membuka dua Giant Mart di City Park dan Green Ville. Keduanya berlokasi di Jakarta. Kini HERO memiliki lima brand, yakni Giant Ekspres, Giant Ekstra, IKEA, Guardian dan Giant Mart. "Saat ini belum akan menambah brand baru lagi," tambah Stephane.
Analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto menilai, dalam lima tahun terakhir, Indonesia sudah memasuki perlambatan ekonomi, sehingga ada penurunan di sektor konsumsi. "Pengusaha sudah ekspansi, tapi pertumbuhan tak sesuai ekspektasi," ujar David, Senin (18/9).
Bukan hanya itu, serangkaian kebijakan pemerintah turut mempengaruhi sektor konsumsi. Di antaranya penerapan pajak yang ketat dan adanya pencabutan subsidi listrik. Di sisi lain, hal itu turut membebani operasional perusahaan. Sebagaimana diketahui, gerai-gerai ritel juga menggunakan listrik. "Adanya shifting ke online dan perubahan gaya hidup masyarakat juga berpengaruh," imbuh David.
Perubahan gaya hidup yang dimaksud, yakni kecenderungan masyarakat berbelanja pada minimarket. Atas perubahan gaya hidup ini, David melihat emiten seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) masih prospektif. "Masyarakat jarang pergi ke mal. Minimarket punya kesempatan dari Senin sampai Minggu, kalau mal hanya akhir pekan," kata dia.
David melihat saham AMRT lebih likuid dibandingkan DNET. Dia merekomendasikan buy AMRT dengan target Rp 800 dan buy DNET dengan target Rp 2.500 per saham.
Investment Analyst MNC Asset Manajement Liyanto Sudarso lebih menyukai Mitra Adiperkasa (MAPI) dan Ace Hardware Indonesia (ACES). Sebab, kedua emiten ini menyasar kelas menengah atas, sehingga tak banyak terpengaruh faktor subsidi pemerintah. "Biasanya, daya beli masyarakat atas lebih terpengaruh aturan pajak," ujar Liyanto.
Sebaliknya, bila subsidi ditarik, seperti BBM dan tarif dasar listrik, secara tak langsung mempengaruhi daya beli masyarakat. Yang paling kentara adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. "Menyebabkan beberapa gerai mengalami pertumbuhan same store sales growth (SSSG) negatif," kata Liyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News