Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten tercatat aktif mengamankan pendanaan dari fasilitas perbankan. Dana hasil fasilitas pinjaman eksternal tersebut dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekspansi maupun kebutuhan operasional perusahaan.
Terbaru, PT Sekar Bumi Tbk (SKBM) mengantongi fasilitas pinjaman kredit kerja dari PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) sebesar Rp 520 miliar. Dana pinjaman tersebut nantinya digunakan untuk modal kerja. Adapun kredit kerja ini memiliki tenor selama 12 bulan.
Lalu, emiten pertambangan batubara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga mendapatkan fasilitas berjangka senior Rp 3,56 triliun dari 3 Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), diantaranya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Fasilitas berjangka tersebut memiliki tenor selama lima tahun dengan tujuan untuk membiayai proyek Coal Handling Facility dan Train Loading Station 6 & 7 dalam rangka pengembangan kapasitas angkutan kereta api relasi Tanjung Enim-Kramasan.
Baca Juga: Kinerja Bumi Serpong Damai (BSDE) Menyusut, Simak Rekomendasi Sahamnya
Proyek ini diperkirakan dapat menambah kapasitas angkutan hingga 20 juta ton per tahun, dengan target mulai beroperasi secara komersial pada kuartal II-2026.
Sementara, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) berencana menarik fasilitas pinjaman sindikasi dari perbankan asing dan lokal sebesar US$ 600 juta pada akhir November 2025.
Dari total alokasi pinjaman, sekitar US$ 300 juta alokasi pinjaman akan digunakan untuk pengerjaan proyek tambang emas bawah tanah (underground mining) di Palu, Sulawesi.
Sisa dana akan digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan pembangunan fasilitas pabrik di Gorontalo Minerals serta pembangunan pabrik di Linge Mineral Resources, yang mengelola tambang emas dan perak.
Sementara, emiten ritel PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) memperoleh fasilitas term loan dari PT Bank Mandiri Tbk. Pinjaman yang diteken pada 4 November 2025 ini akan memberikan limit kredit hingga Rp 450 miliar.
Pinjaman ini akan digunakan untuk membiayai gap defisit cashflow dalam rangka investasi atau memenuhi kebutuhan perusahaan dan grup usaha. Adapun jangka waktu pinjaman ini lima tahun sejak penandatanganan perjanjian kredit untuk tranche 1 dan tranche dua tujuh tahun.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan perusahaan yang menarik pinjaman jumbo dari perbankan umumnya memiliki dua tujuan utama yaitu ekspansi bisnis dan refinancing untuk memperbaiki struktur pendanaan.
"Dari sudut pandang analis, prospeknya ke depan cukup bergantung pada kualitas penggunaan dana, jadi bukan semata pada besarnya pinjaman," kata Ekky kepada Kontan, Kamis (13/11/2025).
Untuk emiten seperti PTBA, pendanaan jumbo dari Himbara umumnya diarahkan ke ekspansi hilirisasi dan proyek energi. Selama proyek yang dibiayai memiliki cashflow yang solid dan dapat menghasilkan return di atas cost of fund, strategi ini dinilai nilai tepat. Begitu juga dengan BRMS yang membutuhkan pendanaan besar untuk peningkatan kapasitas produksi dan eksplorasi emas.
Baca Juga: Beban Meningkat Akibat Merger, Begini Penjelasan Bos XLSmart (EXCL)
Sementara emiten seperti SKBM dan DNET lebih banyak memanfaatkan pendanaan untuk kebutuhan modal kerja dan ekspansi operasional yang sifatnya jangka menengah.
Dari sisi momentum, pendanaan eksternal memang semakin dilirik karena tren suku bunga global dan domestik mulai memasuki fase pelonggaran.
"Dengan cost of fund yang berangsur turun, perusahaan melihat kesempatan untuk mengunci funding lebih murah sebelum siklus bunga bergerak lagi ke arah berbeda," tambah Ekky.
Selain itu, perbankan nasional juga sedang cukup agresif menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang prospektif, sejalan dengan kebijakan pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi 2025–2026. Kombinasi ini membuat pinjaman bank menjadi opsi yang rasional dan efisien.
Dihubungi terpisah, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus menyampaikan emiten yang memperoleh pinjaman dari perbankan ini memiliki tujuan untuk ekspansi bisnis.
Nantinya, perolehan utang tersebut dapat digunakan kembali untuk investasi produktif yang akan meningkatkan kapasitas, efisiensi, atau menghasilkan arus kas tambahan.
"Jika perolehan utang tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan, maka akan berpotensi mempertebal margin perusahaan yang mana jika margin perusahaan tebal maka berpotensi dapat membuat laba per saham juga meningkat," terang Indri kepada Kontan, Kamis (13/11).
Secara garis besar, Bank Indonesia sendiri masih memiliki peluang yang terbuka lebar untuk terus memangkas tingkat suku bunga acuannya dalam beberapa waktu ke depan atau hingga 2026, sehingga hal tersebut dimanfaatkan dengan baik untuk mendapatkan pinjaman dana dari perbankan.
Baca Juga: Valas Asia Bergerak Positif, Didukung Sentimen Pemulihan Ekonomi China
Ekky mengungkapkan bagi investor, sentimen ini perlu dicermati secara selektif karena tidak semua pendanaan eksternal otomatis positif. Dus, investor harus melihat tujuan pinjamannya, profil leverage dan kemampuan emiten menghasilkan arus kas untuk membayar bunga.
Jika pinjaman digunakan untuk ekspansi yang produktif dan memiliki payback yang jelas, pasar biasanya merespons positif karena memberikan potensi peningkatan laba.
Namun jika leverage meningkat tanpa roadmap yang solid, justru bisa menjadi tekanan bagi valuasi. Dalam kondisi suku bunga menurun, pasar lebih toleran terhadap kenaikan utang selama manajemen mampu menjaga rasio utang pada level sehat.
Sementara, Indri mengingatkan para pelaku pasar perlu mencermati sejauh mana prospek perusahaan dalam melakukan ekspansi menggunakan pembiayaan utang. Selain itu, para pelaku pasar juga dapat menilainya melalui besaran rasio-rasio utang yang dimiliki oleh perusahaan.
"Jika porsi utang lebih besar dibandingkan modal perusahaan atau aset perusahaan, maka perlu untuk dipertimbangkan kembali jika ingin berinvestasi di perusahaan tersebut," papar Indri.
Indri merekomendasikan buy saham BRMS dengan entry Rp 1.000, target harga Rp 1.080 dan cut loss Rp 975 per saham.
Ekky menyarankan saham PTBA karena memiliki prospek yang relatif baik dengan ekspansi energi dan hilirisasi yang terukur, dengan target harga konservatif berada di kisaran Rp 3.000–Rp 3.200 dalam jangka menengah.
Lalu, BRMS menarik bagi investor dengan profil risiko lebih tinggi karena leverage akan naik namun dibarengi potensi lonjakan produksi emas. Target harga BRMS di level Rp 1.300–Rp 1.400 tetap relevan dengan tren harga emas global.
Selanjutnya: Ada Aksi Jual dan Outflow ETF, Harga Bitcoin Terkoreksi
Menarik Dibaca: Promo The Body Shop Diskon s/d 70% Segera Berakhir, Berlaku sampai 15 November 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













