kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Emiten properti terpukul BI Rate


Senin, 24 November 2014 / 07:38 WIB
Emiten properti terpukul BI Rate
ILUSTRASI. Bendera Uni Eropa dan teknologi 5G Huawei.


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) secara resmi menaikkan suku bunga atau BI rate menjadi 7,75%. Keputusan tersebut diambil setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Analis Mandiri Sekuritas Rizky Hidayat mengatakan, kenaikan BI rate ini akan mempengaruhi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan memukul sektor properti. Steven Gunawan, analis Batavia Prosperindo Sekuritas, menambahkan, kondisi bisnis properti bakal kian sulit.

Pasalnya, akibat kenaikan harga BBM, harga bahan baku untuk properti naik. Konsekuensinya, saat ini emiten properti sedang ancang-ancang menaikkan harga. "Kalau mereka menaikkan harga, sulit untuk menarik pembeli karena daya beli masyarakat kian tergerus," jelas dia.

Padahal, Steven mencatat, hingga kini mayoritas perusahaan properti sudah menaikkan harga 10%-15%. Dua tahun sebelumnya, emiten sektor ini pun telah menaikkan harga rata-rata 30%. "Di 2012-2013, kenaikan harga sudah tinggi, jadi lebih baik hingga akhir tahun developer tak menaikkan harga jual agar proyek terserap," harap dia.

Steven berpendapat, jika itu bisa dilakukan, emiten properti yang memiliki bisnis residential sebagai bisnis utama masih akan bersinar. Sebab, kebutuhan akan tempat tinggal masih tinggi. Selain itu, perusahaan yang memiliki proyek dengan pendapatan berulang alias recurring income lebih bisa dapat bertahan.

Contohnya, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang memiliki proyek perkantoran, perumahan, mal, dan hotel sebagai recurring income. Tapi, emiten properti yang mengandalkan penjualan proyek komersial seperti tempat perkantoran, apartemen dan lainnya bakal suram. Pasalnya, proyek tersebut masih menjadi ajang spekulasi para investor.

Karena itu, para analis memproyeksikan, perolehan marketing sales emiten akan menciut dibandingkan tahun ini. Apalagi, aturan loan to value (LTV) pada kredit pemilikan rumah (KPR) juga membuat permintaan menurun. Belum lagi, suku bunga KPR tahun depan bisa jadi lebih tinggi daripada tahun ini.

Namun, emiten properti, PWON misalnya, masih optimistis, tahun depan marketing sales bakal lebih tinggi. Sekretaris Perusahaan PWON Minarto Basuki yakin bisa meningkatkan marketing sales 13,3% menjadi Rp 3,4 triliun. Begitu juga PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang yakin bisa meningkatkan marketing sales 10%-15% di tahun depan menjadi Rp 4,95 triliun-Rp 5,25 triliun.

Tapi, Steven memprediksi, pendapatan emiten properti rata-rata turun 10%-15% year-on-year (yoy). Begitu juga laba bersih turun 5% yoy. Ia memilih PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), SMRA, dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×