Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Permintaan gedung perkantoran cenderung menurun sejak beberapa tahun terakhir. Hal inilah yang membuat beberapa emiten properti berhati-hati mengembangkan segmen ini. Sepanjang kuartal III-2016, Colliers International mencatat okupansi perkantoran sudah menurun hingga 85,4%.
Kini sejumlah emiten memilih menunda pengembangan proyek baru. Salah satunya adalah PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Proyek perkantoran CTRA sempat tertunda. Proyek dimaksud adalah proyek tower kedua Ciputra World Jakarta I di kawasan Karet Kuningan, Jakarta Selatan.
Tulus Santosa, Sekretaris Perusahaan CTRA, bilang, penundaan itu karena pasar perkantoran melemah. “Total kontribusi proyek office di bawah 5%. Jadi sejauh ini tak terlalu berpengaruh,” kata dia kepada KONTAN, belum lama ini.
Di sisa tahun ini, CTRA memilih mengandalkan proyek residensial. CTRA berniat meluncurkan lima proyek baru selama kuartal keempat. Dari proyek anyar itu, CTRA membidik pra penjualan hingga Rp 1 triliun.
Sikap hati-hati serupa diperlihatkan PT Intiland Development Tbk (DILD). Emiten ini tidak berniat mengembangkan proyek perkantoran selama segmen tersebut masih lesu.
Archied Notopradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi DILD, mengatakan, saat ini pihaknya fokus memasarkan proyek perkantoran South Quarter di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
“Sekarang sudah 50%, ya, mungkin sampai akhir tahun masih 50%-an,” ujar dia.
Beruntung, gedung perkantoran yang sudah disewakan, yaitu Intiland Tower memiliki okupansi cukup baik, di kisaran 90%. Archied bilang, selama ini bisnis perkantoran menyumbang 10% sebagai pendapatan berulang bagi perusahaan.
Saat ini pendapatan DILD didominasi penjualan produk highrise building dan perumahan, yakni 87,15%.
Proyek APLN
Sementara Direktur Pemasaran PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) Indra Widjaja Antono mengaku, saat ini perusahaan belum memasarkan proyek perkantoran baru. Beberapa land bank sudah tidak berpotensi dikembangkan sebagai perkantoran.
Bagi APLN, permintaan segmen perkantoran justru tinggi sehingga seluruh produk perkantorannya sudah habis. Segmen perkantoran menyumbang 30% penjualan properti APLN.
Analis Recapital Securities Kiswoyo Adi Joe sepakat bisnis perkantoran lesu. Ia menilai emiten properti sebaiknya lebih mengembangkan proyek yang bisa mendatangkan pendapatan berulang, seperti pusat belanja.
Analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto juga menilai pasar perkantoran lesu karena oversupply, dengan okupansi yang rendah. Menurut dia, emiten yang bisa bertahan di tengah kondisi sulit adalah mereka yang mampu mendiversifikasi produk, seperti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dengan bisnis rumah sakitnya.
Jika tidak, emiten bisa menambah tabungan tanah seperti dilakukan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Melihat sikap hati-hati CTRA dan DILD, David menilai itu langkah tepat dan wajar di tengah lesunya segmen perkantoran. Emiten bisa menunggu tiga tahun lagi untuk memulai proyek perkantoran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News