kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Emiten poultry terkekang batasan harga DOC


Senin, 26 Mei 2014 / 06:49 WIB
Emiten poultry terkekang batasan harga DOC
ILUSTRASI. Aprindo menilai pertumbuhan kinerja penjualan ritel akan lebih baik pada 2023. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Emiten sektor poultry harus menyiapkan strategi baru untuk menjaga pertumbuhan kinerja. Pasalnya, April 2014, Kementerian Perdagangan (Kemdag) membuat beleid anyar yang bakal membatasi harga bibit ayam umur sehari atau day old chicken (DOC).

Kemdag mematok harga maksimal DOC Rp 3.200 per ekor. Pemerintah juga menerapkan skema pengaturan suplai DOC dengan meminta pengusaha mengurangi pasokan hingga 15% dari rata-rata per bulan. Pemerintah menerapkan aturan ini untuk menjaga harga ayam di tingkat peternak dan konsumen.

Namun analis menilai peraturan ini akan memberikan dampak negatif pada pemasok DOC. Dessy Lapagu, analis BNI Securities mengatakan, biaya produksi DOC rata-rata bisa mencapai Rp 4.200-Rp 4.500 per ekor. Dan sebelum ada batasan harga, produsen menanggung rugi karena hanya mampu menjual DOC di harga Rp 3.800-Rp 4.000 per ekor.

Analis Mandiri sekuritas, Herman Koeswanto dalam riset 21 Mei 2014 pun mengatakan, harga DOC sudah turun hingga Rp 3.000-Rp 3.300 per ekor sebelum adanya aturan. Bahkan, beberapa produsen unggas cenderung mengabaikan aturan ini lantaran tidak relevan dengan harga ayam broiler yang sudah mulai pulih. Beberapa produsen unggas menganggap kebijakan ini berkaitan dengan isu politik menjelang pemilihan umum.

Aturan ini pun menurut Dessy, tidak akan terlalu berdampak pada emiten poultry seperti PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPIN), Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), dan Sierad Produce Tbk (SIPD).

Pasalnya, emiten ini masih mengandalkan pakan ternak dengan kontribusi paling besar terhadap pendapatan perusahaan tersebut. Penjualan pakan ternak SIPD misalnya masih berkontribusi 74,71% dari pendapatan di kuartal I-2014. Sementara bisnis DOC SIPD hanya 20%. Dessy yakin, batasan harga DOC hanya akan menimbulkan kerugian dalam jangka pendek.

Analis AAA Securities, Maula Adini melihat, permintaan ayam di Indonesia masih tinggi. "Di Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, permintaan ayam bisa naik 20%," ujar dia.

Namun, emiten ini akan kena imbas negatif dari melemahnya rupiah. Maklum, bahan baku pakan ternak seperti jagung dan kedelai impor. Karena itu, Herman masih neutral pada sektor ini. Sementara Dessy yakin, pendapatan emiten sektor poultry  bisa naik 15% namun laba bersih hanya bisa tumbuh sebesar 5%-10%.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×