kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.284.000   34.000   1,51%
  • USD/IDR 16.595   -40,00   -0,24%
  • IDX 8.169   29,39   0,36%
  • KOMPAS100 1.115   -0,85   -0,08%
  • LQ45 785   2,96   0,38%
  • ISSI 288   0,88   0,31%
  • IDX30 412   1,48   0,36%
  • IDXHIDIV20 463   -0,53   -0,11%
  • IDX80 123   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 129   -0,13   -0,10%

Emiten Petrokimia Terancam Serbuan Produk Asal China, Analis Sarankan Hal Ini


Selasa, 07 Oktober 2025 / 17:01 WIB
Emiten Petrokimia Terancam Serbuan Produk Asal China, Analis Sarankan Hal Ini
ILUSTRASI. IHSG Melemah-Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, (22/09/2025). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/22/09/2025. Pasar petrokimia domestik siap diserbu pasokan dari China imbas kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat. Simak rekomendasi saham emiten ini.


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID- JAKARTA. Pasar petrokimia domestik siap diserbu pasokan dari China imbas kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat. Hal ini akan menjadi pemberat bagi bisnis emiten lokal di sektor tersebut.

Sebagai produsen terbesar produk petrokimia, China mau tak mau harus mencari pasar baru selain AS. Daftar pasar potensial itu di antaranya Asia Selatan, Thailand, Malaysia, Vietnam, bahkan Indonesia.

Diberitakan Kontan sebelumnya, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat, hingga Oktober 2025 saja volume impor petrokimia dari China ke Indonesia telah meningkat nyaris dua kali lipat. Di periode yang sama, produk plastik jadi juga telah mencapai 900 ribu hingga 1 juta ton per tahun.

Pasca penetapan tarif AS, Inaplas memproyeksi nilai impor petrokimia bisa menyentuh 150 ribu ton di akhir tahun ini, melonjak hampir dua kali lipat ketimbang impor 80 ribu ton yang tercatat di tahun 2024. Sedangkan impor produk plastik jadi ditaksir bisa menyentuh 1,5 juta ton di akhir tahun 2025. 

Nilai itu bahkan diprediksi akan meningkat pada tahun 2026, terlebih AS memasang tarif yang cukup tinggi buat produk China.

Baca Juga: Ekspor Minyak Sawit Diproyeksi Seret hingga Akhir 2025, Apa Sebabnya?

Menurut Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, lonjakan ini bisa menjadi ancaman serius bagi bisnis petrokimia lokal, khususnya produsen bahan kimia antara (intermediate product) seperti polyethylene, polypropylene, atau PVC. Ketiganya digunakan sebagai bahan dasar plastik kemasan, bahan dasar serat, karung, dan komponen otomotif, serta bahan untuk pipa dan kabel.

Dalam jangka pendek, risiko perang harga dan kelebihan pasokan juga tak bisa dihindari. “Ini bikin margin produsen lokal seperti TPIA, BRPT, dan POLY bisa tertekan karena tekanan harga jual turun, sementara biaya bahan baku seperti naphta dan energi relatif stabil,” jelas Wafi kepada Kontan, Selasa (7/10/2025).

Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus juga sependapat. Kondisi ini akan diperparah dengan barang jadi asal China yang punya kualitas dan harga produk turunan lebih baik ketimbang milik domestik. Wajar saja, China punya alat produksi yang lebih maju sehingga biaya yang dikeluarkan dapat ditekan dan harganya bisa lebih murah. 

“Ditambah lagi dengan potensi adanya pelemahan permintaan pasar karena dihadapkan dengan banyaknya pilihan produk,” kata Indri.

Dia menilai, pemerintah perlu tegas mengambil sikap dengan memperketat impor agar tak membebani industri petrokimia hulu dan hilir dalam negeri.

Wafi menimpali, pengawasan bea masuk dan safeguard policy oleh pemerintah juga akan jadi kunci untuk melindungi industri domestik dari dumping produk murah asal China.

“Selain itu, percepatan proyek-proyek strategis seperti smelter dan kompleks petrokimia di Balongan dan Tuban juga perlu dijaga supaya kapasitas lokal makin kuat,” imbuhnya.

Tak cuma pemerintah, emiten lokal juga menurut Wafi perlu lebih efisien dan tidak berhenti di produk dasar. Sedapat mungkin, mereka perlu mengembangkan produk turunan agar punya nilai jual lebih tinggi.

Produk seperti specialty chemical alias bahan kimia khusus untuk industri medis dan otomotif, juga green polymer atawa plastik ramah lingkungan bisa dijadikan alternatif diversifikasi produk baru yang tak goyah disaingi produk murah. 

Bila strategi tersebut dilakukan, emiten di sektor ini dinilai Wafimasih prospektif ke depannya. Dia menyebut, emiten seperti PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) bisa mengandalkan keunggulannya yang telah masuk ke produk hilir (downstream) dan bahan kimia ramah lingkungan lewat proyek Chandra Asri Petrochemical 2 dan green chemical

PT Barito Pacific Tbk juga dilihatnya punya kesempatan serupa berkat upaya ekspansinya ke energi hijau.

Rekomendasi Saham

Secara teknikal, TPIA dilihat Indri tengah dekat dengan level support-nya dan berusaha melewati level resistensi Rp 7.900. Jika berhasil menembus dan bertahan di atas Rp 8.000, maka TPIA menurutnya berpotensi bergerak hingga level Rp 8.500.

Dus, dia menyarankan strategi buy on breakout saham TPIA dengan area masuk di harga Rp 7.900, stoploss atau batas rugi Rp 7.575, dan take profit alias batas jual di Rp 8.500.

Sementara itu, Wafi merekomendasikan hold saham TPIA dan BRPT dengan masing-masing target harga Rp 7.800 dan Rp 4.200.

Baca Juga: Ada MBG, Estika Tata Tiara (BEEF) Optimistis Pendapatan Tumbuh di Kuartal III

Selanjutnya: Menkeu Purbaya Restui Pembangunan Gedung Bank Jakarta di SCBD Tanpa APBN

Menarik Dibaca: 7 Alasan Jamu Kunyit Asam Bagus untuk Wanita, Bantu Cegah Osteoporosis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×