Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Pelemahan rupiah membuat emiten kabel ikut terjerembab. Ini karena bahan baku kabel masih impor.
Ini artinya emiten seperti PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI), PT Kabelindo Murni Tbk (KBLM), PT Voksel Electric Tbk (VOKS), dan PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk (SCCO) terimbas efek negatif. Kondisi ini sejatinya sudah nampak dari kinerja emiten selama kuartal III tahun ini.
Kiswoyo Adi Joe, Analis Investa Saran Mandiri mengatakan, banyak bahan baku pembuatan kabel masih impor. Hal yang sama juga dilontarkan oleh Analis Woori Korindo Securities, Reza Priyambada. Sejatinya, harga komoditi khususnya tembaga cenderung turun tapi ternyata tak membantu.
Apalagi, penjualan pada tahun ini terbilang menurun. Ketua Asosiasi Pabrik Kabel Listrik Indonesia (Apkabel Indonesia), Noval Jamalullail mengatakan, tahun ini penjualan kabel listrik tak terlalu bergairah. Sehingga ia memproyeksikan, penjualan kabel listrik di 2014 akan sama dengan tahun lalu.
Noval memprediksikan, penjualan kabel tahun ini sebesar 500.000 ton, terdiri dari 350.000 ton kabel tembaga dan 150.000 ton kabel aluminium. Angka ini sama dengan penjualan tahun lalu. Adapun sampai Juni 2014, angka penjualan kabel baru 200.000 ton, atau 40% dari target.
Tak heran, pendapatan emiten kabel rata-rata menurun. Ini nampak pada pendapatan VOKS yang turun 13,97% menjadi Rp 1,54 triliun. Tak hanya itu, emiten ini juga menderita rugi bersih Rp 52,63 miliar dari untung Rp 31,75 miliar secara year-on-year (yoy).
Beban membengkak
William Suryawijaya, Analis Asjaya Indosurya Securities menambahkan, ini lantaran setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mengakibatkan upah minimum pekerja naik. Selain itu, ada kenaikan tarif dasar listrik (TDL) menambah beban operasi.
Tak hanya itu, beban bunga perusahaan kabel juga meningkat. Nilai tukar rupiah dengan mata uang asing melemah membuat beberapa emiten menderita rugi kurs.
Kendati demikian, Kiswoyo menilai, masih ada peluang untuk memperbaiki keuangan perusahaan di tahun depan dan jangka menengah. Lantaran, ia melihat, keadaan ini hanya gejolak sesaat dan masih ada peluang untuk rebound. Apalagi kebutuhan untuk kabel masih cukup tinggi.
Reza menilai, ke depan kebutuhan kabel akan naik seiring dengan pemerintah baru yang akan menggenjot sektor konstruksi dan infrastruktur. "Kalau ingin bangun pabrik, gedung, atau rumah akan membutuhkan kabel juga ini akan mempengaruhi peningkatan," tambahnya.
Sedangkan menurut Kiswoyo, pangsa pasar kabel listrik di Indonesia masih cukup tinggi. Pasalnya, ia menilai, kebutuhan listrik di Indonesia belum merata dan masih cukup rendah terlebih di wilayah pedalaman. Mengenai hal itu, Kiswoyo bilang, perusahaan masih ada peluang untuk meningkatan pendapatan.
Apalagi, proyek dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menjadi salah satu proyek terbesar bagi produsen kabel. "Keuntungannya lebih besar dibandingkan pada proyek konstruksi atau infrastruktur," terang Kiswoyo. Ditambah lagi, proyek yang berupa tender itu pasti memiliki cakupan wilayah besar sehingga proyeknya akan berjumlah besar. Ia juga mengatakan produsen kabel yang masih mengais cuan dari PLN adalah SSCO dan VOKS.
VOKS misalnya, hingga saat ini emiten ini telah memiliki klien dari dua perusahaan plat merah. Dua klien terbesarnya yakni, PLN dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Sejauh ini penjualan ke PLN berkontribusi 38%-40% terhadap penjualan perseroan. Sementara, penjualan ke TLKM menyumbang 17%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News