Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten jalan tol tercatat masih tersendat di sembilan bulan pertama tahun 2024. Tengok saja, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) yang mengalami penurunan laba di tengah kenaikan pendapatan pada periode ini.
Melansir laporan keuangan, JSMR mencatatkan pendapatan sebesar Rp 20,36 triliun per kuartal III 2024, naik 44,64% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 14,08 triliun. Sayangnya, laba bersih tercatat Rp 3,3 triliun per kuartal III 2024, turun 44,75% YoY.
EBITDA JSMR naik 35,98% yoy menjadi Rp 9,29 triliun per kuartal III 2024. Realisasi EBITDA margin pada periode ini juga lebih baik dibandingkan dengan kuartal III 2023, yaitu mencapai 67,04% di tengah pengoperasian ruas-ruas jalan tol baru.
Corporate Secretary & Chief Administration Officer Jasa Marga Nixon Sitorus mengatakan, penurunan laba bersih diakibatkan adanya perbedaan kontribusi laba non-cash yang berasal dari aksi korporasi yang dilakukan perseroan.
Pada periode kuartal III 2023, laba noncash yang berasal dari pemenuhan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) 22 tentang kombinasi bisnis sehubungan dengan konsolidasi kembali PT Jasamarga Solo Ngawi, PT Jasamarga Semarang Batang, dan PT Jasamarga Ngawi Kertosono melalui akuisisi saham PT Lintas Marga Jawa oleh PT Jasamarga Transjawa Tol adalah sebesar kurang lebih Rp 4,11 triliun.
Baca Juga: IHSG Berpeluang Rebound Teknikal pada Senin (18/11), Saham Apa yang Bisa Dicermati?
Sedangkan, pada periode kuartal III 2024, laba non-cash yang berasal dari pemenuhan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud hanya sebesar Rp 702,38 miliar.
Jika pencapaian laba bersih kuartal III 2023 dan 2024 tidak memasukkan komponen laba non-cash tersebut di atas, maka diperoleh nilai laba inti Jasa Marga sebesar Rp 2,60 triliun pada kuartal III 2024. Laba inti JSMR tumbuh 39,52% YoY.
“Hal ini membuktikan komitmen perseroan untuk tetap mencapai target dan meningkatkan kinerjanya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (31/10).
PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) mengantongi pendapatan sebesar Rp 2,72 triliun per September 2024, turun dari Rp 3,17 triliun pada periode sama tahun lalu. Laba bersih juga turun 2,51% YoY ke Rp 901,26 miliar per kuartal III 2024.
PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) mencatatkan pendapatan dan penjualan Rp 217,89 miliar di akhir September 2024, turun 67,24% YoY. Namun, META berhasil membalikan rugi Rp 156,86 pada kuartal III 2023 menjadi laba bersih Rp 105,36 miliar per kuartal III 2024. Hal ini didorong oleh berkurangnya sejumlah beban.
Misalnya, beban langsung dan beban pokok penjualan turun menjadi Rp 101,06 miliar di akhir September 2024, dari sebelumya Rp 200,71 miliar di periode sama tahun lalu. Beban umum dan administrasi turun ke Rp 72,49 miliar per kuartal III 2024, dari sebelumnya Rp 149,59 miliar.
Beban keuangan turun dari Rp 400,18 miliar di kuartal III 2023 ke Rp 33,97 miliar per kuartal III 2024. Jumlah beban pajak turun ke Rp 10,59 miliar, dari sebelumnya Rp 52,02 miliar pada kuartal III 2023.
Asal tahu saja, JSMR dan META juga baru melakukan transaksi untuk aset Tol Transjawa di kuartal III 2024. Melalui konsorsium GIC-MPTC, META secara resmi menggenggam 35% saham PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) pada 27 September 2024.
Nilai akuisisi saham oleh META itu sebesar 35% itu setara Rp 15,75 triliun. Angka tersebut juga termasuk di dalamnya nilai penerbitan saham baru. Meskipun begitu, JSMR saat ini masih menjadi pemegang saham pengendali utama PT JTT dengan kepemilikan saham mayoritas sebesar 65%.
META sendiri juga tengah dalam proses delisting secara sukarela dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, kinerja emiten jalan tol menghadapi tantangan yang cukup berat di kuartal III 2024.
Sebagai contoh, penurunan laba JSMR hingga 44,76% YoY di tengah pertumbuhan pendapatan sebesar 25,93% mencerminkan tekanan pada biaya operasional dan keuangan.
Sementara itu, CMNP menghadapi penurunan laba dan pendapatan, sedangkan META justru mencatat laba meskipun pendapatannya turun.
Salah satu sentimen penggerak utama adalah tingginya beban bunga akibat kenaikan suku bunga beberapa waktu lalu yang meningkatkan biaya pendanaan proyek infrastruktur.
“Selain itu, kenaikan biaya operasional akibat inflasi, terutama pada bahan bakar dan tenaga kerja, juga turut membebani margin keuntungan,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (17/11).
Dari sisi pendapatan, meskipun volume lalu lintas kendaraan meningkat karena pemulihan mobilitas pasca-pandemi, penyesuaian tarif tol yang terbatas membuat kenaikan pendapatan tidak cukup untuk menutupi beban yang meningkat.
”Hal ini menunjukkan perlunya efisiensi operasional yang lebih baik untuk mendukung profitabilitas,” tuturnya.
Melansir RTI, kinerja saham para emiten jalan tol juga masih ada di zona merah. Saham JSMR parkir di level Rp 4.560 per saham dan sudah turun 6,37% sejak awal tahun alias year to date (ytd).
Senasib, saham CMNP juga merosot 14,71% ytd ke Rp 1.420 per saham. Hendra melihat hal tersebut mencerminkan kekhawatiran investor terhadap tekanan kinerja keuangan para emiten jalan tol.
Salah satu penyebab utama adalah ekspektasi pasar yang belum pulih sepenuhnya terhadap prospek sektor infrastruktur di tengah tingginya suku bunga dan tekanan ekonomi global. Kekhawatiran terhadap proyek baru yang memerlukan pembiayaan besar juga menjadi faktor penekan.
“Selain itu, aksi korporasi seperti delisting META juga memengaruhi sentimen terhadap sektor ini secara keseluruhan, karena dianggap memberikan ketidakpastian tambahan,” ungkapnya.
Di Q4 2024 hingga 2025, prospek emiten jalan tol bisa membaik seiring dengan potensi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI). Jika suku bunga turun, beban bunga emiten dapat berkurang, sehingga mendukung margin keuntungan.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan potensi penyesuaian tarif tol di beberapa wilayah dapat menjadi sentimen positif.
“Namun, risiko inflasi yang masih tinggi serta potensi perlambatan ekonomi global dapat menjadi hambatan. Hal itu juga ditambah dampak psikologis dari proses delisting META yang menambah sentimen negatif,” tuturnya.
Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) juga selalu menjadi momentum penting bagi emiten jalan tol, karena volume kendaraan yang melintasi jalan tol biasanya mengalami lonjakan signifikan.
“Meningkatnya mobilitas masyarakat untuk perjalanan mudik, liburan, hingga aktivitas belanja menjelang akhir tahun diperkirakan akan berdampak positif pada pendapatan tol di kuartal IV 2024,” katanya.
Hendra pun merekomendasikan buy on weakness untuk JSMR dan CMNP.
Baca Juga: Saham Gojek Tokopedia Di BEI Ada 2, GOTO & GOTOM, Kenali Perbedaannya?
Untuk JSMR, investor bisa buy on weakness di Rp 4.400 pers saham dengan target harga Rp 5.200 per saham. JSMR memiliki prospek jangka panjang yang baik, karena posisinya sebagai pemimpin di sektor jalan tol yang ditambah potensi efisiensi operasional perseroan.
Untuk CMNP, investor bisa buy on weakness di Rp 1.370 per saham dengan target harga Rp 1.600 per saham. Prospek CMNP dapat terdorong jika ada peningkatan mobilitas dan penyesuaian tarif tol.
Namun, Hendra menyarankan investor tetap berhati-hati dalam mencermati perkembangan suku bunga dan kebijakan pemerintah terkait infrastruktur.
“Untuk jangka panjang, sektor ini tetap menarik, terutama dengan dukungan pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia. Namun, bagi trader, volatilitas harga saham dalam jangka pendek masih perlu diwaspadai,” ujarnya.
Analis NH Korindo Sekuritas, Richard Jonathan Halim melihat, kinerja emiten jalan tol di kuartal III 2024 masih sesuai ekspektasi, meskipun mengalami penurunan.
Delisting sukarela META dilihat Richard bisa berdampak baik ke emiten jalan tol lainnya. Sebab, opsi para investor, baik institusi maupun ritel, yang ingin mengoleksi saham jalan tol menjadi terbatas. Sehingga, aliran dana para investor dapat terpusat hanya ke beberapa emiten.
“Ke depannya, tren seperti divestasi dan penggunaan dana kas yang efektif dalam pembangunan jalan tol baru dapat menjadi katalis kinerja para emiten jalan tol,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (15/11).
Richard menyoroti, kinerja JSMR per kuartal III 2024 salah satunya ditopang oleh pendapatan Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menyumbang sebesar 29,3% ke pendapatan tol perseroan.
Pendapatan dari Jalan Tol Jakarta-Cikampek naik 12,2% YoY di akhir September 2024. Hal tersebut didukung penyesuaian tarif pada jalan tol tersebut yang naik 35% pada Maret 2024.
“Namun, kenaikan tarif pada jalan tol tersebut menyebabkan terjadinya penurunan volume kendaraan 0,6% YoY pada kuartal III 2024,” paparnya.
Richard pun merekomendasikan beli untuk JSMR dengan target harga Rp 6.450 per saham.
“Aksi divestasi PT JTT membuat struktur permodalan perseroan membaik. Liabilitas terhadap modal JSMR menjadi sebesar 1,71x pada kuartal III 2024, dari sebelumnya 2,3x pada kuartal III 2023,” paparnya.
Analis Panin Sekuritas Aqil Triyadi melihat, kinerja emiten jalan tol yang turun di kuartal III salah satunya disebabkan oleh pendapatan mereka yang naik tajam pada kuartal II seiring dengan momentum mudik lebaran. Ambil contoh, pendapatan JSMR di kuartal III 2024 turun 3% secara kuartalan, meskipun berhasil naik 18,3% YoY.
“Secara tahunan, pendapatan tol JSMR naik 30% YoY didorong oleh kenaikan tarif di sejumlah ruas jalan tol, serta rekonsolidasi tiga ruas Tol Trans Jawa, yaitu Jasamarga Semarang Batang, Jasamarga Solo Ngawi, dan Jasamarga Ngawi Kertosono Kediri,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (15/11).
Baca Juga: Arus Modal Asing Hengkang Rp 7,42 Triliun dari Pasar Keuangan Indonesia
Selanjutnya: Perseteruan Elon Musk vs Ibu Negara Brasil Janja Lula da Silva Hebohkan Media Sosial
Menarik Dibaca: Metode Kakeibo Bisa Bantu Hemat Pengeluaran Loh, Ini Cara Lakukannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News