kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.929.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.274   -99,00   -0,60%
  • IDX 7.927   68,06   0,87%
  • KOMPAS100 1.113   9,98   0,90%
  • LQ45 829   6,70   0,81%
  • ISSI 265   0,63   0,24%
  • IDX30 429   3,15   0,74%
  • IDXHIDIV20 497   3,62   0,73%
  • IDX80 125   1,07   0,86%
  • IDXV30 133   1,90   1,45%
  • IDXQ30 139   1,18   0,85%

Emiten Furnitur Terancam Tarif Impor Tambahan AS, Begini Rekomendasi Sahamnya


Selasa, 26 Agustus 2025 / 05:10 WIB
Emiten Furnitur Terancam Tarif Impor Tambahan AS, Begini Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Trump mengatakan tengah melakukan investigasi untuk penerapan tarif impor produk furnitur yang ditaksir akan selesai dalam 50 hari ke depan. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/19/08/2025


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS) kembali memancing kekhawatiran para pelaku pasar dengan mengumumkan akan menerapkan tarif tambahan bagi impor produk furnitur ke negaranya.

Melansir unggahannya di media sosial, Truth Social, Trump mengatakan tengah melakukan investigasi untuk penerapan tarif impor produk furnitur yang ditaksir akan selesai dalam 50 hari ke depan.

“Furnitur yang masuk dari negara lain ke Amerika Serikat akan dikenakan tarif dengan besaran yang masih akan ditentukan,” kata Trump dalam unggahannya, Jumat (22/8/2025).

Kabar ini tentu telah sampai di telinga para produsen furnitur Tanah Air, tak terkecuali PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD). Investor Relations WOOD, Ravenal Arvense berujar, pihaknya memang tengah terus mencermati perkembangan regulasi AS yang dinamis ini.

Baca Juga: IHSG Menguat 0,87% pada 25 Agustus 2025, Saham Bank BUMN Kompak Menghijau

Wajar saja, nilai ekspor WOOD ke AS mencapai Rp 1,3 triliun di semester I 2025, atau sekitar 90% dari total ekspor. Sebanyak 85% di antaranya ialah produk building components. 

“Pasar ini merupakan importir terbesar dunia untuk produk furniture dan building components berbasis kayu,” ujar Ravenal kepada Kontan, Senin (25/8/2025).

Meski begitu, WOOD kata Ravenal mengaku tak begitu khawatir dengan ancaman ini lantaran WOOD sejak 2024 sudah mulai menjajaki pasar dan mendiversifikasi produk baru. Tercatat, kini pasar produk WOOD sudah mencakup wilayah Eropa dan Asia.

Hingga Juni 2025, WOOD telah melakukan pengiriman perdana produk flooring senilai US$ 1 juta ke Eropa. Sementara untuk produk outdoor furniture, pengiriman perdana ke Eropa dijadwalkan pada September 2025 mendatang.

“Kami juga tengah mempersiapkan ekspor ke Timur Tengah. Strategi ini diharapkan memperluas pasar sekaligus mengurangi ketergantungan pada AS,” jelas Ravenal. 

Baca Juga: IHSG Menguat 0,87% ke 7.926 pada Senin (25/8/2025), TOWR, SCMA, CTRA Top Gainers LQ45

Lagipula, lanjut Ravenal, kebijakan ini ditaksirnya akan berdampak terbatas pada kinerja WOOD lantaran produk building components masih termasuk dalam daftar pengecualian tarif AS dalam beleid Annex II. Maka, WOOD berharap strategi yang dilancarkannya bisa tetap berkontribusi pada pertumbuhan penjualan tahun ini.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan melihat, rencana kebijakan ini jelas akan mengancam emiten-emiten furnitur lantaran porsi ekspor produk ini ke AS mencapai 53-54% dari total ekspor nasional.

“Jika tarif benar-benar diterapkan, daya saing furnitur Indonesia akan berkurang, sehingga bisa menekan margin dan kinerja emiten seperti WOOD, SOFA, MEJA, maupun CINT,” ucap Ekky.

Untuk menangkis ancaman ini, emiten terkait menurut Ekky perlu untuk segera mendiversifikasi pasar ekspor di luar AS, seperti Asia Selatan, Timur Tengah, atau Eropa. Selain itu, peningkatan nilai tambah produk baik dari sisi desain, inovasi, maupun kualitas juga bisa membantu mempertahankan posisi produk furnitur di pasar global.

Baca Juga: IHSG Menguat 1%, Saham-Saham Big Caps Mendorong Indeks

Namun, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi melihat, risiko yang dapat terjadi dari upaya diversifikasi pasar ekspor ialah naiknya biaya produksi. Oleh sebab itu, emiten terkait perlu cerdik mengelola efisiensi bisnis. 

Terlebih, tantangan daya beli masyarakat yang masih rendah masih menghantui emiten furnitur hingga hari ini. “Dampak pemulihan daya beli baru bisa terlihat paling cepat di awal 2026,” taksir Wafi.

Di sini, pemerintah menurut Wafi dapat ambil bagian dengan melakukan negosiasi terhadap AS. Bila tidak, pemerintah pun bisa mempertimbangkan untuk menyuntik subsidi terhadap produk ini.

Adapun dari sisi kinerja, Ekky menilai emiten sektor furnitur pun masih relatif stagnan dan cenderung lesu. Oleh sebab itu, baik Ekky maupun Wafi masih mempertahankan wait and see terhadap saham emiten furnitur, menunggu adanya kepastian regulasi dan perbaikan permintaan global.

Selanjutnya: GLOBAL MARKETS-Stocks Decline after Friday's Jump, US Dollar Climbs

Menarik Dibaca: Daftar Buah untuk Diet Asam Urat yang Rendah Fruktosa, Alternatif Menu Harian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×