Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga batubara kembali berjaya setelah sekian lama terseok-seok di harga bawah. Sejak pertengahan tahun ini, harga batubara acuan (HBA) terus menanjak.
Di Oktober ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA sebesar US$ 69,07 per ton, naik 8,04% dari HBA September, yaitu US$ 63,93 per ton. HBA per Oktober ini menjadi harga tertinggi sepanjang 2016 ini.
Kenaikan HBA ini terjadi karena peningkatan harga batubara di pasar global. Salah satu pendorongnya adalah penurunan produksi batubara China. Maklum, pemerintah Tiongkok berencana meremajakan tambang batubara dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sampai dengan tahun 2020.
Analis Reliance Securities Robertus Yanuar Hardy mengatakan, harga batubara di pasar spot global telah naik jauh melebihi harga kontrak. Ini melambangkan kenaikan permintaan yang signifikan.
Robertus menambahkan, selain dapat sentimen positif kenaikan HBA, emiten pertambangan juga ikut mencicipi sentimen positif program pemerintah Indonesia untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sampai ke pelosok negeri.
Pemerintah akan membangun beberapa pembangkit listrik yang memiliki kapasitas total hingga 35.000 MW. Robertus melihat, ada beberapa emiten yang berpotensi meraup cuan dari program ini, antara lain PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Tiga emiten ini juga telah berinvestasi dalam pembangunan PLTU, yang dianggap sebagai masa depan industri batubara yang sempat terpuruk.
Christian Saortua, analis Minna Padi Investama, mengatakan, sekitar 24% penjualan batubara ADRO diserap domestik. Lalu, sekitar 16% diekspor ke India dan sekitar 14% ke China.
ADRO berpeluang mencuil manfaat dari kenaikan harga batubara acuan di dalam negeri. Untuk memaksimalkan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, ADRO juga melakukan diversifikasi bisnis, meski tetap dalam industri batubara.
ADRO memiliki bisnis unit di perusahaan jasa pertambangan dan logistik. Unit bisnis ini menyediakan layanan pengangkutan batubara dari tambang ke kapal angkut di terminal batubara.
Menurut Christian, ADRO mampu menciptakan keunggulan kompetitif dengan mengintegrasikan semua unit. ADRO pun memiliki lebih banyak diversifikasi pendapatan untuk mengantisipasi volatilitas harga batubara.
Christian menilai, pendapatan PTBA bisa bertambah karena fokus pada penjualan domestik. "Dengan tren kenaikan HBA, kami memperkirakan pendapatan PTBA akan lebih baik," jelas Christian.
Sharlita Malik, analis Samuel Sekuritas, juga memperkirakan akan ada tren penguatan harga batubara akhir tahun ini. Ia menyukai saham ADRO dan PTBA karena keduanya termasuk perusahaan batubara yang berhasil melakukan efisiensi di tengah belum stabilnya harga.
Ekspor ADRO juga diprediksi akan tetap stabil. ADRO berpeluang menaikkan harga jual rata-rata seiring kenaikan harga acuan. "Untuk produksi kami perkirakan masih akan tetap sama, tidak akan ditambahkan," kata Sharlita.
Sharlita juga melihat, kinerja ITMG bisa lebih baik karena efisiensi biaya, sehingga akan meningkatkan margin EBITDA. Sharlita memperkirakan, margin EBITDA ITMG akan meningkat pada separuh kedua tahun ini, sejalan dengan meningkatnya harga batubara dan efisiensi.
"Kami asumsikan margin EBITDA ITMG mencapai 17,7% pada tahun depan," tambah dia.
Satu lagi emiten batubara yang memiliki kinerja menarik adalah PT Harum Energy Tbk (HRUM). Tren kenaikan HBA ini juga mendorong banyak investor mengincar saham-saham batubara, termasuk HRUM.
HRUM memang terbilang lebih kecil ketimbang emiten batubara lain. Tapi, perusahaan batubara ini berpeluang menaikkan produksi batubara 20% atau sekitar 100.000 ton per bulan pada semester kedua tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News