Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten baja di dalam negeri dibayangi isu tak sedap. China mulai menggelar penyelidikan dumping terhadap sejumlah baja impor dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Barang-barang seperti baja billet tahan karat masuk daftar penyelidikan.
Bila nanti tuduhan ini dianggap terbukti, China bisa mematok tarif anti dumping. Namun, sejumlah emiten produsen baja mengklaim, sekalipun China menerapkan tarif anti dumping, kinerja emiten tidak akan terimbas.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebut, meski Indonesia dinyatakan dumping, emiten baja tidak akan terimbas besar. "Sebab, mayoritas yang diselidiki adalah perusahaan China yang membuka usaha di Indonesia," ujar dia, Selasa (24/7).
William menambahkan, penetapan dumping justru bisa memperluas akses emiten pada penggunaan sumber daya nikel. "Sebab perusahaan asal China akan mengurangi produksi sebagai antisipasi tidak bisa menjual kembali produk ke China," imbuh dia.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menyebut, emiten bisa melebarkan bisnis ke produk berbasis precast untuk konstruksi yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur. Ini bisa menopang kinerja emiten-emiten baja.
Sejumlah produsen baja yang tercatat sebagai emiten di bursa juga tidak memasarkan produknya ke China. Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Purwono Widodo mengatakan, perusahaannya tidak terdampak dengan tudingan dumping. "KRAS tidak memproduksi baja tahan karat dan tidak mengekspor ke China," jelas dia, Selasa (24/7).
Direktur Keuangan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) Hadi Sutjipto mengungkapkan hal senada. Menurut dia, perusahaannya tidak memiliki transaksi dagang dengan China. "Sehingga Tudingan itu tidak berpengaruh bagi kinerja kami," ungkap dia, kemarin.
Pada kuartal I-2018, kinerja emiten baja masih loyo. KRAS merugi US$ 4,86 juta. Sementara, laba GDST turun tajam 84% menjadi Rp 3,16 miliar.
William bilang, emiten baja yang fundamentalnya paling bagus adalah BTON. "Paling tidak price to earning (PER) tidak negatif dan DER paling rendah, 20%," ungkap dia.
William memberi rekomendasi beli untuk BTON dan GDST dalam jangka pendek. Target harga hingga akhir tahun masing-masing Rp 270 dan Rp 300 per saham. Sedangkan, fundamental KRAS masih kurang oke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News