Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Akhir Agustus lalu pemerintah China menerapkan aturan pajak baru terhadap impor batubara. Peraturan tersebut menyetujui pajak batubara berkalori rendah akan dikenakan pajak sebesar 3%. Batubara yang termasuk muda atau kalori muda adalah yang mengandung 3.800-4.200 kilokalori/kilogram (kkal/kg).
Analis Samuel Sekuritas, Yualdo Yudoprawiro menilai, dampak peraturan tersebut cukup negatif pada semua produsen batubara di Indonesia. "Perusahaan Indonesia banyak yang melakukan ekspor ke China," ujar dia.
Sebab, menurut Yualdo, harga batubara dengan kalori rendah akan setara dengan harga domestik di China. Akibatnya, permintaan batubara dari produsen di Indonesia bisa berkurang.
Yualdo menilai, emiten yang bakal terkena dampaknya adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Ini karena, kualitas batubara Adaro berkalori rendah. "Untuk sementara ADRO pasti terkena dengan kalori di bawah 3.000. Sedangkan yang lain dampak tidak akan besar karena berkalori tinggi," terang dia.
Analis AAA Sekuritas, Carrel Mulyana berpendapat lain. Menurut dia, China memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara Asia Tenggara sehingga untuk batubara tidak akan dikenakan pajak. Tetapi jika ternyata tetap dikenakan pajak baru tersebut maka dampaknya tidak akan signifikan terhadap emiten.
Emiten kena dampak
"Kalau dilihat dari grade batubara harusnya dampaknya minimal," ujar Carrel. Ini karena, ekspor beberapa emiten produsen batubara berkalori tinggi. Mereka seperti PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Namun, untuk ADRO memang mengekspor batubara berkalori rendah tapi porsinya ke China sangat kecil yaitu hanya 6%.
Menurut catatan Carrel, rata-rata kalori ekspor ADRO sebesar 4.000-5.000 kkal/kg. Sementara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memiliki rata-rata 4.500-7.500 kkal/kg. Batubara ITMG mengandung 5.500-7.000 kkal/kg. Batubara HRUM mengandung 5.500-6.500 kkal/kg sedangkan bataubara milik PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengandung 5.000-7.000 kkal/kg.
Carrel mencatat, emiten yang banyak mengekspor ke China adalah HRUM. Emiten ini mengekspor 30% dari hasil produksi ke China. Selain itu ada, BUMI 27%, ITMG 26%, PTBA 11% dan ADRO 6% dari total penjualan.
Namun, menurut Carrel, HRUM juga membidik Korea Selatan sebagai tujuan ekspor dengan porsi 32% dari total penjualan. Sementara, BUMI dan ITMG merupakan emiten yang menjadikan China sebagai tujuan utama ekspor.
Bagi Yualdo, emiten batubara bisa menjadi India sebagai tujuan ekspor kedua. Sebab, batubara yang diminta di India lebih berkalori rendah. Ini karena, kebanyakan pembangkit listrik di India menggunakan batubara berkalori rendah yang harganya lebih murah.
Namun karena, rupee yang terus melemah, Yualdo menduga, importir batubara akan meminta diskon tinggi. Sehingga prospek di India sejatinya kurang menarik. Sebab produsen harus bisa menjual dengan harga murah sesuai dengan permintaan importir.
Saat ini, ADRO mengekspor batubara ke India sebanyak 15% dari total penjualan. Sedangkan PTBA mengekspor sebanyak 7%.
Kalau menurut Carrel, India menjadi negara tujuan ekspor batubara sebanyak 25%, sedikit di bawah China 26%. Dia menjelaskan, saat ini kebutuhan sumber energi India dari batubara sebesar 57%. India juga masih memiliki rencana untuk membangun 44 pembangkit listrik baru berbahan bakar batubara.
Karena itu, meski kondisi ekonomi India sedang melambat, Carrel yakin potensi pasar ekspor batubara ke India masih jauh lebih baik. Apalagi, kebutuhan batubara digunakan untuk listrik.
"Tahun lalu walaupun perekonomian melambat tetapi impor mereka masih tumbuh 58% year-on-year," ujar Carrel. Karena itu, harapan satu-satunya kenaikan harga batubara hanya bertumpu pada pasar India.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News