kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Kurs Rupiah Malah Menguat, Apa yang Terjadi?


Sabtu, 17 Agustus 2024 / 12:50 WIB
Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Kurs Rupiah Malah Menguat, Apa yang Terjadi?
ILUSTRASI. Petugas menghitung uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing, Jakarta, Minggu (9/6/2024). PANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt.


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Otot dolar Amerika Serikat (AS) semakin loyo, seiring makin kuatnya sinyal pemangkasan suku bunga acuan. Pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias Federal Reserve (The Fed) di bulan September bakal menjadi penentuan bagi gerak mata uang Paman Sam itu.

Arah pemangkasan itu semakin kuat. Terlihat indeks dolar AS pada Jumat (16/8) melorot 0,56% dalam sehari ke 102,4. Jika ditarik dalam lima hari, indeks dolar turun 0,71%. Dan dalam sebulan indeks dolar melorot 1,91%,tiga bulan turun 1,96%. Dalam setahun, indeks dolar melemah 1,13%. 

Bersamaan kendornya otot dolar AS, kurs rupiah terus menguat. Bahkan berdasarkan Jisdor Bank Indonesia (BI) rupiah berhasil menguat di bawah Rp 16.000 per dolar AS, tepatnya Rp 15.952 per dolar AS. Rupiah terus menguat dan pada Jumat (16/8) atau sehari sebelum perayaan kemerdekaan, rupiah berada di Rp 15.716 per dolar AS. 

Ada yang menarik di balik menguatnya rupiah ini, mengingat dari sisi fundamental ekonomi, Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia cuma 5,05% secara tahunan alias year on year (yoy) dan 3,79% secara kuartalan (qtq). Padahal di kuartal II 2024 ada momentum Ramadan dan Idul Fitri yang mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

Lesunya ekonoimi tu tak lepas dari penurunan daya beli masyarakat,  Purchasing Managers’s Index (PMI) Manufaktur kontraksi dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa industri.

Rendahnya daya beli terlihat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Pengeluaran konsumsi rumah tangga kuartal II 2024 tercatat  4,93% yoy,  di bawah pertumbuhan nasional.

Baca Juga: Proyeksi Pergerakan Dolar AS Jelang Pertemuan The Fed di Bulan September

Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2023 dan 2022 yang masing-masing sebesar 5,22% yoy dan 5,52% yoy. Kondisi ini melanjutkan situasi di kuartal I 2024. Ini indikator penurunan konsumsi masyarakat.

Di Juli 2024 Indonesia mengalami deflasi bulanan sebesar 0,18% month to month (mtm).  Angka tersebut menandakan Indonesia telah mengalami deflasi secara 3 bulan berturut-turun. Deflasi beruntun semacam ini juga menjadi pertanda penurunan daya beli masyarakat.

Lalu apa yang membuat rupiah begitu perkasa? Jawaban datang dari seorang treasury bank Eropa di Singapura. Menurut dia, penguatan rupiah pekan ini kelanjutan pekan lalu. Ada pihak mengambil kesempatan saat kondisi dolar melemah untuk mendongkrak kurs rupiah. "Jika pekan lalu ada kabar ekportir melepas dolar, di pekan ini insitusi yang biasa membeli dolar menghilang," kata treasury tersebut kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8). 

Institusi yang dia maksud adalah PLN dan Pertamina yang acapkali membeli dolar di pasar. "Dikoordinasi seperti pekan lalu," katanya. 

Menurut dia, orang dekat Prabowo Subianto kembali mengkondisikan rupiah menguat selama dua pekan ini. Tujuannya menciptakan kesan seolah pasar welcome atau menyambut baik pemerintahan baru. Di sisi lain, BUMN  kembali dituntut menunjukkan loyalitas ke pemerintahan baru. 

Sebelumnya di pekan lalu ia melihat penguatan rupiah tak lepas dari langkah eksportir yang kompak dan dikoordinasikan melepas stok dolar AS mereka. Jumlahnya sekitar US$ 300 juta sehari. 

Menurut dia, intervensi politik itu tahap pertama. Tahap kedua terjadi di Oktober 2024 mendatang menjelang atau usai pelantikan presiden. "Jumlahnya bisa lebih besar. Kemungkinan BUMN kembali ikut, menunjukkan loyalitas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×