Reporter: Dina Farisah | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Rupiah unjuk gigi pada penutupan perdagangan Jumat (23/1). Rupiah tidak hanya menguat dibandingkan hari sebelumnya melainkan juga menguat dalam sepekan terakhir.
Di pasar spot, pasangan USD/IDR melemah 0,23% dibanding hari sebelumnya menjadi 12.459. Dalam sepekan, rupiah menguat 1,04%. Kurs tengah dollar AS di Bank Indonesia (BI) melemah tipis 0,05% dibanding hari sebelumnya menjadi 12.444. Berdasarkan situs resmi BI ini, rupiah telah menguat 1,1%.
Rully Arya Wisnubroto, analis pasar uang PT Bank Mandiri Tbk mengatakan, penguatan rupiah dalam sepekan terakhir didukung oleh sentimen positif dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, adanya arus modal masuk (capital inflow) di pasar obligasi turut memberikan tenaga bagi rupiah. Sejak awal Januari hingga saat ini, capital inflow dari obligasi atau surat berharga negara (SBN) tercatat sekitar Rp 16 triliun.
Namun di sisi lain, pada periode yang sama, adapula arus modal keluar (capital outflow) di pasar saham. Meski demikian pasar keuangan Indonesia tetap mencatatkan nett capital inflow sekitar Rp 13 triliun. Adapun dari faktor eksternal, kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan menggelontorkan stimulus moneter sebesar € 60 miliar setiap bulan mulai Maret 2015-September 2015 juga menambah otot rupiah.
"Stimulus yang digelontorkan ECB nyatanya lebih besar dari ekspektasi pasar. Mulanya, pelaku pasar mengira ECB akan mengucurkan QE (stimulus moneter) sebesar € 50 miliar per bulan," jelas Rully.
Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures menuturkan, pengutan rupiah dalam sepekan terakhir ditopang oleh kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) seiring landainya harga minyak dunia. Menurutnya, penurunan harga BBM akan berdampak pada rendahnya inflasi dan juga meningkatkan daya beli masyarakat. Kondisi ini positif bagi rupiah.
Rupiah juga diuntungkan lantaran stimulus moneter ECB akan mendorong banjirnya likuiditas di pasar keuangan global. Hal ini memicu peralihan aset menuju aset yang lebih berisiko seperti rupiah. "Indonesia diuntungkan karena dinilai memberikan yield yang lebih tinggi," tutur Ariston.
Sepekan ke depan, Ariston menilai penguatan rupiah masih terjaga. Namun bukan berarti mengabaikan risiko pemilihan umum Yunani yang akan digelar pada Minggu (25/1). Apabila pemilu Yunani dimenangkan partai oposisi Syriza, kemungkinan ada peralihan aset kembali ke mata uang aman seperti dollar AS. Namun sentimen ini hanya bersifat sementara. Sebab, euforia ECB masih akan mendominasi.
Ariston memprediksi USD/IDR sepekan mendatang akan berada di kisaran 12.280-12.570. Sementara Rully menduga USD/IDR sepekan akan terbentang di level Rp12.350- Rp12.450.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News