Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar berdampak pada outlook kinerja emiten-emiten telekomuniksi. Tak terkecuali PT Indosat.
Direktur Utama PT Indosat Tbk Alexander Rusli mengatakan, pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar tidak akan mengganggu jumlah pelanggan dan pemakaian layanan Indosat, melainkan berdampak pada belanja modal dan hutang perusahaan.
"Jumlah pelanggan tidak berkurang, pemakaian juga tidak berkurang. Berarti kapasitas nambah terus, kapasitas yang nambah itu butuh capex," jelas Alexander di Jakarta, Senin (24/8).
Karena belanja modalnya dalam mata uang dollar, ketika harga dollar menjadi mahal, maka perusahaan akan mencari cara agar kebutuhan dollar tidak besar. Salah satunya dengan menekan vendor agar menjual barang dengan harga yang lebih murah kepada perusahaan. Cara lainnya lewat kerjasama dengan operator telekomunikasi lain agar bisa memberikan layanan yang lebih murah.
Asal tahu saja, pada tahun 2015, emiten berkode ISAT ini mengalokasikan belanja modal antara Rp 7 triliun sampai Rp 8 triliun. Meski demikian, Alexander Rusli mengaku dana belanja modal yang sudah direalisasikan masih sedikit. Hal ini karena masih banyak pekerjaan atau proyek yang belum selesai.
Dia juga menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar juga tidak berdampak pada hutang jangka panjang perusahaan dalam mata uang dollar. Tetapi yang pasti berdampak pada hutang jangka pendek. "Kalau hutangnya dalam dollar tetapi bayarnya 20 tahun lagi, tidak akan masalah. Tunda saja restrukturisasinya," jelas dia.
Untuk utang jangka pendek dalam mata uang dollar, Indosat memiliki dua opsi. Pertama, melakukan konversi utang tersebut ke dalam mata uang rupiah. Kedua, memperpanjang tenornya.Semula, perusahaan berniat secepatnya melakukan konversi utang dalam mata uang dollar ke rupiah. Namun dalam situasi nilai tukar rupiah terhadap dollar yang melemah seperti saat ini, perusahaan memilih menunda langkah itu.
"Total utang kami ada US$ 2 miliar, separuhnya kan dollar, kami mau konversi ke rupiah sebanyak-banyaknya, tetapi dengan nilai tukar seperti ini, siapa yang mau perpanjang? Tapi yang penting kita punya opsi itu kapan saja," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News