Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat beberapa hari terakhir, setelah sempat turun ke level terendah dalam setahun. Diperkirakan tren kedepan masih berpotensi kembali tertekan.
Berdasarkan Bloomberg, dolar AS bergerak menguat sepekan terakhir sebesar 0,37% ke Rp 15.480 pada Rabu (4/9). Namun, dibandingkan hari sebelumnya, dolar AS terkoreksi 0,30%.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong mengatakan, pergerakan dolar AS akan tergantung pada kebijakan suku bunga the Fed hingga akhir tahun.
"Namun untuk saat ini, indeks dolar sudah priced-in untuk pemangkasan sebesar 100bps," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (4/9).
Lukman juga mencermati, rebound beberapa hari ini karena memang sudah oversold. Karenanya, kenaikannya rentan profit taking dan tercermin dari koreksi pada hari ini.
Adapun untuk rupiah, saat ini masih didukung oleh sentimen positif, seperti inflow dari investor asing. Selain itu turunnya imbal hasil obligasi AS sehingga spread dengan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) SBN semakin besar dan menarik bagi investor.
"Selagi imbal hasil obligasi AS tidak naik besar, maka rupiah masih berpotensi menguat," katanya.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Menguat 0,43% ke Rp 15.490 Per Dolar AS Pada Rabu (4/9)
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede melanjutkan bahwa apresiasi rupiah didukung data-data ekonomi AS yang cenderung di bawah ekspektasi.
"Lalu penguatan rupiah juga didukung oleh turunnya harga minyak global, yang mendukung ekspektasi terbatasnya defisit transaksi berjalan Indonesia," terangnya.
Untuk jangka pendek, Josua menilai rupiah masih akan melanjutkan penguatannya. Terlebih dengan proyeksi penurunan data pembukaan lowongan pekerjaan JOLTS AS.
Adapun untuk akhir tahun, Josua masih mempertahankan rentang rupiah di Rp 15.300 - Rp 15.600 per dolar AS. Sementara Lukman juga berpandangan lebih optimis dengan memproyeksikan rupiah di Rp 15.000 per dolar AS atau bahkan di bawahnya.
Namun Lukman memperingatkan untuk mewaspadai kemungkinan profit taking karena investor saat ini umum bukan 'long term'. "Jadi tergantung pada kebijakan the Fed dan BI ke depan, penguatan rupiah akan masih terbuka apabila BI tidak memangkas suku bunga hingga akhir tahun, atau paling tidak mungkin hanya 25-50bps," tutup Lukman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News