Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah ditutup menguat 2% dalam perdagangan yang fluktuatif di akhir pekan. Namun, harga tetap berada di jalur penurunan mingguan karena investor khawatir tentang potensi penurunan permintaan yang didorong oleh resesi bahkan ketika pasokan bahan bakar global tetap ketat.
Jumat (8/7), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2022 ditutup naik US$ 2,37 atau 2,3% menjadi US$ 107,02 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2022 ditutup menguat US$ 2,06 atau 2% ke US$ 104,79 per barel.
Kedua benchmark harga minyak mentah ini diperdagangkan di wilayah negatif dan kemudian rebound dari posisi terendah dalam sesi kali ini.
Walau sukses menguat, namun kedua harga minyak acuan itu masih membukukan penurunan di pekan ini. Dengan Brent melemah sekitar 4,1% dan WTI turun 3,4% di sepanjang minggu ini.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Sepekan, Kekhawatiran Resesi Mengalahkan Pasokan yang Ketat
Hal tersebut menyusul penurunan bulanan yang dicetak di bulan lalu, pertama sejak November 2021. Selain itu, harga minyak jatuh pada hari Selasa, ketika Brent ambles US$ 10,73 per barel dan menjadi penurunan harian terbesar ketiga bagi kontrak tersebut sejak mulai diperdagangkan pada tahun 1988.
Tekanan bagi minyak datang setelah bank-bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi, memicu kekhawatiran bahwa kenaikan biaya pinjaman dapat menghambat pertumbuhan, sementara pengujian massal COVID-19 di Shanghai minggu ini menyebabkan kekhawatiran tentang potensi penguncian yang juga dapat menekan permintaan minyak.
Sementara itu, data non-farm payrolls Amerika Serikat (AS) menunjukkan, ekonomi telah membaik dengan menambahkan lebih banyak pekerjaan dari yang diharapkan pada bulan Juni. Ini menjadi tanda kekuatan pasar tenaga kerja yang terus-menerus memberi amunisi Federal Reserve untuk memberikan kenaikan suku bunga 75 basis poin lagi bulan ini.
"Pasar minyak melihat laporan pekerjaan sebagai pedang bermata dua," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.
"Angka pekerjaan positif dari perspektif permintaan. Di sisi bearish, pasar khawatir bahwa jika pasar tenaga kerja kuat, The Fed bisa lebih agresif dengan menaikkan suku bunga."
Perusahaan energi AS minggu ini menambahkan dua rig minyak, sehingga total menjadi 597, tertinggi sejak Maret 2020, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.
Baca Juga: Batal Diakuisisi Elon Musk, Twitter Bakal Ambil Jalur Hukum
Harga minyak melonjak selama paruh pertama 2022. Brent mendekati rekor tertinggi US$ 147 per barel setelah Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina pada Februari, menambah kekhawatiran pasokan.
"Kekhawatiran ekonomi mungkin telah mengguncang harga minyak minggu ini, tetapi pasar masih memberikan sinyal bullish. Ini karena ketatnya pasokan lebih cenderung meningkat dari titik ini daripada mereda," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Larangan Barat terhadap ekspor minyak Rusia telah mendukung harga dan memicu pengalihan arus sementara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen sekutu berjuang untuk memenuhi janji peningkatan produksi.
Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan Barat bahwa sanksi lanjutan terhadap Moskow berisiko memicu kenaikan harga energi "bencana" bagi konsumen di seluruh dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News