Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Disiplin berinvestasi lebih penting ketimbang melakukan metode market timing. Inilah yang jadi pedoman Irwanti, Director & Fund Manager Schroders Investment Management Indonesia, dalam melakukan investasi.
Irwanti memang tak asing dengan investasi. Apalagi, ia memiliki latar belakang pendidikan sektor ekonomi. Ia mengisahkan, instrumen investasi perdananya adalah properti. Uniknya, ia tidak membeli properti di Indonesia, tetapi di Australia.
Irwanti yang saat itu masih menetap dan bekerja sebagai akuntan di Australia memutuskan berinvestasi properti, sekaligus untuk memenuhi kebutuhan primer, yaitu tempat tinggal. "Sebelumnya saya selalu sewa tempat tinggal, daripada uang sewa saya dipakai oleh penyewa yang membeli properti dengan cara morttage, saya putuskan untuk stop bayar sewa dan nyicil properti sendiri saja," jelas ibu dua orang anak ini.
Setelah bekerja dua tahun di Negeri Kanguru tersebut, Irwanti memutuskan kembali ke tanah air. Saat kembali ke Indonesia, dia juga membeli properti.
Selain berkat pendidikannya, keinginan berinvestasi pada properti juga datang dari orangtuanya. "Orangtua saya dulu mengajarkan uang itu harus diinvestasikan. Karena dulu belum mengenal reksadana, maka orangtua investasinya ke properti. Jadi paling tidak kebutuhan papan terpenuhi dulu, baru setelah itu melihat alternatif investasi di aset yang lain," jelas Irwanti.
Kembali ke Indonesia, Irwanti sempat bekerja sebagai analis saham. Dari sini, instrumen investasi yang dimilikinya berkembang menjadi reksadana saham. Ia memilih reksadana berjenis saham karena ia memang sudah familiar lantaran pekerjaannya sebagai analis saham.
Selain itu, tujuan investasinya saat itu adalah untuk jangka panjang. Karena itulah ia langsung tertarik pada reksadana saham.
Hingga saat ini, Irwanti masih secara rutin menyetor dana investasi ke reksadana saham miliknya. Setiap bulan secara otomatis sebagian penghasilan Irwanti dipotong untuk masuk ke reksadana saham. Selain itu, dia punya dana investasi cadangan yang dimasukkan ketika pasar sedang terkoreksi.
Masuk sektor riil
Selain properti dan reksadana saham, Irwanti juga mengalokasikan dana investasinya pada sektor riil. Untuk di sektor riil, dia memilih mempercayakan pengelolaannya ke teman yang bisa dipercaya. Bisnis yang dijalankan ada di bidang transportasi dan perkebunan.
Namun, dari semua instrumen investasi yang dimilikinya, instrumen reksadana saham tetap jadi investasi favorit. Karena itu, Irwanti mengategorikan dirinya sebagai investor moderat ke agresif. Alasannya, reksadana lebih likuid dan bisa mulai invetasi dengan dana yang relatif lebih murah dari instrumen investasi lainnya.
Selama berinvestasi di reksadana saham, Irwanti bercerita sempat mengalami penurunan kinerja reksadana saham hingga puluhan persen ketika terjadi krisis global di 2008. Namun, pelajaran berharga yang ia ambil dari peristiwa itu adalah jangan cepat panik.
Lebih baik lagi bila investor menambah dana investasi ketika justru pasar sedang jatuh, sehingga potensi capital gain yang didapat untuk jangka panjang semakin besar. "Jangka panjang ekonomi dalam negeri masih bisa bertumbuh, sehingga instrumen reksadana saham masih menjanjikan, saya percaya high risk high return akan memberikan kinerja jangka panjang yang besar," kata Irwanti.
Namun, Irwanti juga menyarankan dalam memutuskan untuk berinvestasi jangan melakukan market timing. "Very bad strategy untuk time the market, akan lebih baik untuk disiplin berinvestasi," tegas Irwanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News