Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di paruh kedua tahun ini masih dibayangi oleh pergerakan harga komoditas dan penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS). Tingkat daya beli di tengah laju inflasi juga menjadi faktor kunci.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyoroti, laba yang terpangkas pada semester pertama 2022 tak lepas dari kerugian kurs yang diderita INDF. Beban keuangan mencapai Rp 3,3 triliun, melesat dibandingkan posisi tahun lalu yang sekitar Rp 2 triliun.
Pada kuartal III hingga masuk ke kuartal IV-2022, kurs dolar AS terus melaju bahkan menembus level di atas Rp 15.100. Posisi ini lebih lemah dibandingkan periode kuartal II yang ada di sekitar Rp 14.900. Artinya, bisa ditaksir bahwa laju kinerja INDF masih terganjal beban keuangan.
Baca Juga: Indofood CBP (ICBP) Menuai Berkah Penurunan Harga Gandum
"Penguatan dolar baru-baru ini masih membayangi kinerja INDF. Jika penguatan terus berlanjut maka akan semakin berat untuk mendongkrak laba, meskipun secara pendapatan sudah membukukan pertumbuhan yang cukup kuat," terang Pandhu kepada Kontan.co.id, Rabu (5/10).
Di sisi lain, angin segar bertiup dari merosotnya harga komoditas bahan baku utama seperti gandum dan Crude Palm Oil (CPO). Hitungan Pandhu, harga gandum dan CPO di kuartal III turun sekitar 30% dibanding kuartal II.
Kondisi ini sekiranya dapat memperbaiki profit margin emiten Grup Salim tersebut.
"Apalagi selama ini INDF memiliki fleksibilitas yang cukup baik dalam mengatur harga jual, dan dapat diserap dengan baik oleh para konsumennya," imbuh Pandhu.
Secara demand, Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana memperkirakan permintaan terhadap produk Indofood tidak akan berubah signifikan. Lonjakan inflasi secara global merupakan faktor penentunya.
Meski begitu, pertumbuhan penjualan INDF masih berpeluang melaju dengan stabil.
"Perilaku masyarakat selama inflasi akan berfokus memenuhi kebutuhan pokoknya, dan INDF salah satu emiten penyedia kebutuhan pokok masyarakat," kata Raditya.
Di samping faktor inflasi dan kurs, kebijakan terkait suku bunga dan efek geopolitik Rusia-Ukraina menjadi faktor penting yang perlu dicermati.
"Untuk net income, kami proyeksikan masih akan terbebani karena risiko selisih mata uang," imbuh Raditya.
Soal kinerja, Analis MayBank Sekuritas Willy Goutama mengestimasikan earnings INDF tahun ini akan tumbuh sebesar 14,7%. Willy memandang PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) masih akan menjadi motor pertumbuhan bagi INDF.
Dari sisi bisnis komoditas, yakni tepung dan CPO, INDF masih punya prospek apik di tahun 2022 dan 2023. Meski tren harga soft commodity cenderung turun, tapi Willy memperkirakan level harga gandum dan CPO pada 2022 dan 2023 masih akan di atas pra-pandemi tahun 2019.
Dalam risetnya pada 5 September 2022, Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto menyoroti selama dua tahun terakhir, INDF telah diuntungkan dari harga CPO yng lebih tinggi, mendukung marjin yang layak pada divisi agribisnisnya.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Pilihan Analis Awal Oktober, Saham Tambang Masih Boleh Dilirik
Sedangkan dilihat dari kontribusinya, Natalia menaksir ICBP dan Bogasari akan tetap menjadi pendorong pertumbuhan INDF.
Terlebih, keduanya akan terpapar angin segar dari berlanjutnya pemulihan ekonomi dan harga komoditas yang lebih rendah.
"Menuju tahun 2023, ICBP dan Bogasari diharapkan akan menjadi pendorong pendapatan berikutnya, yang diuntungkan dari biaya input yang lebih rendah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," terang Natalia.
Natalia mempertahankan rekomendasi beli untuk saham INDF meski dengan target yang lebih rendah dari Rp 8.300 menjadi Rp 7.600. Rekomendasi beli juga disodorkan oleh Willy dengan target harga Rp 8.500.
Sedangkan Pandhu dan Raditya sama-sama menyarankan buy on weakness (BoW). Analisa Pandhu, ada level support yang menarik dicermati, yakni di area Rp 5.725 - Rp 5.900 dengan target penguatan ke sekitar Rp 6.650.
"Sementara ini buy on weakness, karena secara kinerja belum begitu yakin kuartal III akan dapat membalikkan kondisi penurunan labanya," ujar Pandhu.
Raditya menyarankan buy on weakness saham INDF dengan metode cicil untuk mencermati target minimal di area harga Rp 6.800. Adapun, pada perdagangan Rabu (5/10) saham INDF melemah 0,41% ke harga Rp 6.025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News