kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Di sisa akhir tahun, bagaimana nasib rupiah di hadapan dollar AS?


Senin, 03 Desember 2018 / 06:04 WIB
Di sisa akhir tahun, bagaimana nasib rupiah di hadapan dollar AS?
ILUSTRASI. Rupiah versus US Dollar


Reporter: Danielisa Putriadita, Jane Aprilyani | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski sempat loyo, rupiah akhirnya menguat terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sejak November lalu. Bahkan, penguatan rupiah merupakan salah satu yang terbaik di Asia. 

Berdasarkan riset Kontan.co.id, pada 6 hingga 7 November 2018, penguatan terbesar rupiah terjadi di hadapan yuan yang mencapai 1,46%. Disusul pairing USD/IDR yang naik 1,44% yang naik ke level 14.590. 

Sementara, Jumat (30/11), di pasar spot, perdagangan rupiah ditutup di Rp 14.302 per dollar AS. Kurs rupiah menguat 0,56% dari posisi kemarin di 14.383.

Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, sentimen yang membuat rupiah menguat adalah prospek Powell yang dovish bahwa kenaikan suku bunga AS ke depan tidak terlalu agresif bahkan cenderung era kenaikan suku bunga akan berakhir.

"Risk appetite investor pun berbalik arah tidak ke AS lagi melainkan ke negara emerging market, termasuk Indonesia," kata Reny, Jumat (30/11).

Sementara, dari dalam negeri fundamental Indonesia dipandang solid karena pertumbuhan ekonomi stabil di 5%. Aliran dana investor asing baik di pasar saham maupun obligasi domestik pun banjir sekitar Rp 45 triliun di sepanjang November 2018.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga senada, menilai pernyataan Powell yang lebih lunak sebagai pendorong penguatan rupiah. 

“Kalau sempat turun, kita lihat karena memang perekonomian Amerika yang disokong The Fed dengan rencana kenaikan suku bunga. Tetapi dengan rupiah menguat kali ini, alangkah bagusnya kita nikmati,” ucap David kepada Kontan.co.id, Minggu (2/12). 

Adapun saat ini, suku bunga The Fed, Fed Fund rate berada di kisaran 2% hingga 2,25 % setelah delapan kali kenaikan sejak September 2017 lalu. Suku bunga yang bertahap dinaikkan tersebut memang mempengaruhi perekonomian dunia termasuk arus gerak rupiah.

“Pengaruh The Fed naikkan suku bunga sangat besar. Dan kalaupun menaikkan suku bunga bisa membuat rupiah terperosok. Hanya saja, tampaknya The Fed akan menunda kenaikan suku bunga,” katanya. 

Hingga saat ini Bank Indonesia juga masih mendukung penguatan rupiah. Hal ini terlihat dari BI yang belum memberikan batas penguatan rupiah.

Beragam kebijakan pemerintah maupun BI juga berperan dalam membuat rupiah menguat, seperti kerjasama bilateral swap, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan mendorong peningkatan konversi devisa hasil ekspor (DHE).

Gabungan kondisi eksternal, seperti dovish-nya The Fed, tekanan perang dagang AS dan China yang mereda, serta kondisi dalam negeri yang stabil menjadi katalis positif untuk mendukung rupiah menguat hingga akhir tahun.

Meski The Fed menaikkan suku bunga pada Desember ini, Reny memproyeksikan, nilai tukar rupiah tidak akan jatuh terlalu dalam karena pelaku pasar sudah mengantisipasinya.

Kembalinya kepercayaan investor, membuat Reny memproyeksikan rupiah cenderung dalam tren menguat hingga akhir tahun di rentang Rp 14.400 per dollar AS hingga Rp 14.800 per dollar AS.

Menurut Reny, investor asing kembali percata pada pasar keuangan Indonesia karena pasar obligasi dalam negeri menawarkan yield yang menarik dan kompetitif. Selain itu, investor tertarik investasi di Indonesia karena pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa satbil di 5%.

Kebijakan dagang Trump

Sementara, analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra menyebut pergerakan rupiah sangat bergantung pada hasil pertemuan Presiden Trump dan Xi Jinping. Di mana hubungan dagang kedua negara ini yang sempat retak karena adanya perang dagang.

Dari hasil pertemuan pun, dua negara ini sepakat untuk tidak mengenakan tarif tambahan di sektor perdagangan setelah 1 Januari 2019.

“Rupiah berpotensi menguat lagi pekan depan. Kalaupun The Fed menaikkan lagi suku bunga bulan Desember, efeknya tidak akan terlalu besar karena The Fed sudah mengindikasikan suku bunga hampir netral. Jadi kemungkinan tahun depan kenaikan satu atau dua kali lagi,” ujar Putu. 

Tidak seperti yang ditakutkan oleh pelaku pasar, kenaikan suku bunga oleh The Fed tidak akan naik tajam. Sehingga, Putu melihat akhir tahun ini, rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.300 per dollar AS hingga Rp 14.500 per dollar AS.

Sedangkan David melihat bahwa prospek perang dagang memang sudah ada cerita baik dimana tidak adanya tarif tambahan di sektor perdagangan.

Hanya saja, David melihat kemungkinan ada kemungkinan perang dagang bisa berlanjut lagi nanti. Untuk itu, David memperkirakan rupiah akhir tahun berkisar di rentang Rp 14.000 sampai 14.500 per dollar AS.

“PDB Indonesia tidak berubah signifikan ada kemungkinan perang dagang berlanjut,” tandasnya.

Sementara tahun depan, David yakin bahwa diselenggarakannya Pemilihan Umum Presiden Indonesia, rupiah akan bergerak naik sekitar Rp 14.500 per dollar AS. Pasalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik 0,1% karena kuota ekonomi akan besar tahun depan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×