kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,08   -2,56   -0.28%
  • EMAS1.396.000 0,07%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Defisit RAPBN 2024 Terjaga, Peluang Kenaikan Rating Outlook Terbuka


Senin, 21 Agustus 2023 / 15:23 WIB
Defisit RAPBN 2024 Terjaga, Peluang Kenaikan Rating Outlook Terbuka
ILUSTRASI. Bahana TCW Investment Management.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengakhiri masa jabatan yang terakhir, Presiden Joko Widodo semakin memperlihatkan komitmennya untuk memperkuat posisi Indonesia di mata internasional.

Komitmen tersebut terlihat dalam postur Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, yang menekan defisit anggaran cukup rendah meski sejumlah ketidakpastian global masih ada.

Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) menilai, postur anggaran tahun depan sangat sehat dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibanding tahun ini.

Pemerintah akan menjaga defisit anggaran sebesar 2,29% dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan defisit 2024 pada kisaran 2,64% dari PDB.

Ekonom Bahana TCW Emil Muhamad mengatakan, dengan postur anggaran seperti itu maka terbuka peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan rating outlook upgrade bila anggaran tahun depan dapat direalisasikan dengan disiplin.

‘’Target defisit jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara dan juga prasyarat yang ditetapkan lembaga pemeringkat S&P untuk mendapatkan rating upgrade dengan defisit di bawah 3% dari PDB,’’ ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (21/8).

Baca Juga: Belanja Perpajakan Diproyeksi Terus Meningkat hingga Tahun Depan

Pada awal Juli 2023, Standard and Poor’s (S&P), mempertahankan sovereign credit rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang solid, rekam jejak kebijakan yang baik dan konsolidasi fiskal yang lebih cepat dari target awal.

Outlook stabil mencerminkan keyakinan S&P terhadap keberlanjutan pemulihan ekonomi Indonesia dalam dua tahun ke depan, yang akan mendukung kinerja fiskal dan stabilisasi utang.

Konsolidasi fiskal yang lebih cepat dari target awal memperlihatkan kemampuan pemerintah menurunkan target defisit pada tahun ini dari yang semula diperkirakan 2,84% dari PDB atau sebesar Rp 598,2 triliun, menjadi sebesar 2,28% dari PDB atau setara dengan Rp 486,4 triliun.

Penurunan ini ditopang oleh pendapatan negara, baik pajak maupun non-pajak yang diperkirakan lebih tinggi dari belanja pemerintah, meski pemerintah selama paruh pertama tahun ini mampu membiayai pertumbuhan ekonomi melalui belanja pemerintah.

Selain S&P, lembaga pemeringkat internasional lainnya seperti Moody’s dan Fitch Rating belum memberikan perubahan terhadap rating Indonesia. Fitch terakhir kali memberikan Indonesia rating BBB dengan outlook stabil pada Desember 2022, sedangkan Moody’s masih memberi peringkat Baa2 dengan outlook stabil pada Februari 2022.

Sejalan dengan penurunan defisit, pemerintah juga akan menekan keseimbangan primer ke kisaran Rp 25,5 triliun atau minus 0,1% dari PDB pada 2024, dari target sebesar Rp 49 triliun atau minus 0,2% dari PDB untuk sepanjang tahun ini. Sedangkan rasio utang terhadap PDB, dijaga stabil pada kisaran 39% dari PDB.

Baca Juga: IHSG Diramal Lampaui Level 7.000 pada Akhir Tahun, Ini Pendorongnya

‘’Rasio utang ini lebih rendah dibandingkan peers BBB rating, artinya pemerintah memiliki komitmen yang kuat menjaga keberlanjutan fiskal,’’ ungkap Emil.

Emil juga menyebut, defisit anggaran yang rendah tentunya akan berpengaruh terhadap rencana penerbitan surat berharga negara (SBN) yang tetap terjaga sepanjang tahun depan. Hal ini mengindikasikan SBN masih akan menjadi pilihan investasi yang menarik hingga tahun depan.

Dalam RAPBN 2024, pemerintah menetapkan asumsi yield SBN 10 tahun sekitar 6,7%, lebih rendah dari tahun ini, yang ditetapkan sebesar 7,9%. Nilai tukar rupiah diperkirakan pada kisaran Rp 15.000, lebih baik dari asumsi sepanjang tahun ini sekitar Rp 15.100.

“Penurunan ini menunjukkan berkurangnya risiko ketidakpastian perekonomian global di mata pemerintah, meskipun kedua angka tersebut cukup konservatif,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×