kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DBS: Harga emas bisa menembus US$ 1.900 per ons troi pada tahun depan!


Selasa, 30 Juni 2020 / 12:56 WIB
DBS: Harga emas bisa menembus US$ 1.900 per ons troi pada tahun depan!
ILUSTRASI. ilustrasi emas. DBS memprediksi harga emas bisa menembus US$ 1.900 per ons troi pada pertengahan tahun depan. KONTAN/Muradi/2017/10/19


Reporter: Barly Haliem, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DBS Chief Investment Office memaparkan lima investasi teratas yang menarik pada kuartal ketiga, khususnya memasuki era new normal. Satu dari lima instrumen investasi pilihan DBS adalah emas.

DBS berpendapat bahwa menambahkan emas ke dalam portofolio pada level saat ini masih masuk akal bagi investor yang ingin mendiversifikasi risiko pada portofolio mereka, terutama pada saat banyak ketidakpastian.

Baca Juga: DBS prediksi lima investasi teratas yang menarik di kuartal III 2020, apa saja?

"Kami memperkirakan emas naik di atas US$ 1.900 per ons troi (oz) pada pertengahan tahun depan," prediksi Hou Wey Fook, Chief Investment Officer, Consumer Banking & Wealth Management Bank DBS, dalam pernyataan resminya, Senin (29/6).

Mengutip Bloomberg pada hari ini (30/6) pukul 12:10 WIB, harga emas spot bertengger di level US$ 1.771,25 per ons troi alias melemah 0,09%.

Adapun harga emas berjangka Comex untuk pengiriman Agustus 2020 menguat 0,13% ke level US$ 1.783,50 per ons troi.

Berdasarkan model DBS, ada tiga faktor penting yang mempengaruhi harga emas, yakni imbal hasil obligasi (korelasi negatif), Indeks Dollar AS atau DXY (korelasi negatif), dan risiko resesi (korelasi positif). Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh baik kecuali terhadap DXY, yang masih berkisar di sekitar angka 97.

Baca Juga: DBS sebut pasar Indonesia & Singapura paling prospektif di ASEAN, begini alasannya

Saat ini, ketika likuiditas terlihat mulai kembali normal, efek samping dari stimulus Bank Sentral Amerika (The Fed) mungkin berupa likuiditas ekstra yang butuh diinvestasikan lagi, seperti pada 2008.

Secara khusus, menurut Fook, pergerakan harga emas merespons gagasan risiko sistematik, yang berkembang. Stimulus yang belum pernah dilakukan sebelumnya dapat mendorong kenaikan angka inflasi, krisis utang, krisis mata uang, atau  krisis bank, yang dapat mengancam sistem keuangan global.

Fook mengemukakan hal tersebut dalam laporan terbaru DBS CIO Insights untuk kuartal III 2020. Laporan yang berjudul Resilient in the storm ini memaparkan lima investasi teratas yang menarik pada kuartal ketiga, khususnya memasuki era new normal.

Baca Juga: Harga emas 24 karat Antam hari ini naik Rp 7.000, Selasa 30 Juni 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×