Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor rokok merupakan salah satu sektor yang kinerjanya cukup banyak mengalami tekanan sepanjang tahun ini.
Mengawali tahun ini, industri rokok tertekan kebijakan kenaikan cukai rokok yang membuat harga rokok lebih mahal. Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok berkisar di antara 12% - 29%.
Katalis negatif lalu kembali datang setelah pandemi virus corona menyebar di Indonesia. Pandemi virus corona ini telah membuat ekonomi global maupun nasional melambat. Tak ayal daya beli masyarakat pun tertekan dan melemah.
Baca Juga: Dibanding WIKA, AALI, PTPP, dividen PTBA tahun 2020 lebih bagus, kenapa?
Alhasil banyak masyarakat yang pada akhirnya mengurangi anggaran belanja dan menghemat pengeluaran. Rokok pun menjadi salah satu komoditas yang terkena imbasnya.
Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setiadji menyebut tanpa keberadaan virus corona pun sebenarnya industri rokok sudah cukup terpukul. Michael menilai adanya kenaikan cukai dan HJE telah memengaruhi penjualan emiten rokok.
“Dengan adanya kenaikan cukai rokok dan HJE, banyak pembeli yang akhirnya downtrading ke rokok yang lebih murah atau tier 2. Pada akhirnya ini akan membuat volume penjualan emiten rokok berkurang,” ujar Michael kepada Kontan.co.id, Sabtu (13/6).
Setali tiga uang, analis NH Korindo Putu Cantika dalam risetnya pada 2 Juni kemarin menuliskan bahwa semenjak pandemi virus corona menyebar telah membuat konsumsi publik berkurang. Selain itu, Putu juga melihat adanya perubahan pola konsumsi rokok di masyarakat.
Baca Juga: Kerek kinerja, Indonesian Tobacco (ITIC) jajaki sejumlah pasar baru
“Pertumbuhan segmen sigaret kretek tangan (SKT) justru lebih cepat dibanding segmen sigaret kretek mesin (SKM). Hal ini mengindikasikan berubahnya pola konsumsi konsumen ke rokok yang lebih murah,” tulis Putu dalam risetnya.