Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Sejumlah emiten konsumer telah merilis laporan kinerja selama semester I 2017. Berdasarkan riset KONTAN, Selasa (31/7), beberapa diantaranya mencatat hasil kinerja yang justru berada di bawah ekspektasi.
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 7,2% year on year (yoy) menjadi Rp 1,20 triliun. Periode yang sama tahun lalu, perusahaan membukukan pendapatan Rp 1,29 triliun.
Begitupun dengan laba bersih turun 8,2% menjadi Rp 244,9 miliar dibanding sebelumnya Rp 265,1 miliar. Pelemahan kinerja SIDO akibat penjualan dari segmen makanan dan minuman yang turun 36,9% yoy menjadi Rp 373,7 miliar.
Padahal dua segmen lainnya, yaitu segmen jamu herbal dan suplemen, serta segmen farmasi tumbuh masing-masing 5,8% dan 15,4% menjadi Rp 788,3 miliar dan Rp 47,08 miliar.
Masih dari sektor konsumer namun dengan skala bisnis yang lebih besar, ada PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Entitas Grup Salim itu memang mampu mencatat kenaikan pendapatan 1,6% year on year (yoy) menjadi Rp 18,46 triliun.
Laba bersihnya juga naik 5,7% menjadi Rp 2,09 triliun dari sebelumnya Rp 1,98 triliun. Tapi jika ditelisik lebih lanjut, pendapatan ICBP kuartal kedua tercatat Rp 9 triliun, turun hampir 5% dibanding kuartal I tahun ini.
Akibatnya, laba usaha perusahaan pada periode itu juga mengalami penurunan sekitar 17% quarter on quarter (qoq) jadi Rp 1,3 triliun. Demikian juga dengan laba bersih yang turun 8% qoq jadi Rp 1 triliun.
Bukan hanya itu, penjualan mie instan yang menjadi penopang utama ICBP juga sejatinya mengalami penurunan. Penjualannya turun 0,2% yoy menjadi Rp 11,8 triliun dari sebelumnya Rp 11,9 triliun.
"Melambatnya permintaan konsumsi di Indonesia menjadi pemicunya," ujar analis Ciptadana Sekuritas Irwin Saputra dalam riset yang terbit 31 Juli. Hal ini juga dipicu oleh berkurangnya permintaan mie instant akibat bulan puasa kemarin.
EBIT segmen mie instanĀ ICBP masih mengalami kenaikan 12% jadi Rp 2,1 triliun. Tapi, ini lebih didorong oleh kenaikan harga jual mie instan ditambah dengan harga tepung yang lebih rendah.
Mimi Halimin, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengakatakan, melambatnya daya beli mulai terlihat sejak awal 2017.
Hal ini tercermin dari pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) selama kuartal I 2017 yang hanya tumbuh 5% yoy dan dan pertumbuhan konsumsi swasta hanya sebesar 4,93% yoy.
"Angka itu mengindikasikan rendahnya daya beli selama kuartal tersebut," ujar Mimi dalam riset 12 Juli.
Namun, beberapa indikator makro baru-baru ini menunjukkan tanda pemulihan. Pertama, penjualan eceran yang sejak Maret terus meningkat. Kedua, penjualan mobil juga kembali dalam tren kenaikan.
Ketiga, dan yang cukup penting adalah, soal Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Meski belum sepenuhnya lepas dari isu pelemahan, namun IKK terus meningkat secara rata-rata.
Rata-rata IKK pada kuartalnI 2017 sebesar 124 poin, atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 118 poin. Jadi, lanjut Mimi, secara keseluruhan sektor konsumer masih jadi salah satu sektor favorit kedepannya.
Hal ini juga didukung oleh profil demografis di Indonesia akan memberi lebih banyak manfaat bagi industri consumer staple di masa depan, terutama jika PDB/kapita berada di jalur yang tepat dengan meningkat lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News